SINGARAJA, BALIPOST.com – Pasangan suami istri (Pasutri) Nyoman Bagiarsa (25) dan Ketut Sariati (19) warga Dusun Anta Pura, Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula melahirkan bayi perempuan tanpa tempurung kepala. Kelainan buah hati pertama dari pasangan ini baru diketahui saat dalam kandungan berumur tiga bulan.
Pasutri ini berharap ada keajaiban sehingga bayinya terlahir normal, namun Tuhan berkehendak lain. Bayinya sekarang harus berjuang hidup dengan organ kepala yang tidak normal.
Ayah sang bayi Nyoman Bagiarsa ketika ditemui di rumahnya, Jumat (3/5), menceritakan, sejak mengetahui istrinya mengandung, dirinya tidak pernah menyangka kalau anak pertamanya itu lahir dengan kelainan pada kepala. Saat sang istri mengandung, dia rutin mengantar istrinya memeriksakan kehamilannya ke bidan di desanya dan terkadang memeriksakan kandungannya ke Denpasar karena kebetulan dia bekerja di Denpasar. “Waktu mulai ngidam dan positif mengandung terkadang periksa di bidan desa dan kalau pas saya tidak bisa pulang istri periksa kandungan di Denpasar dan itu rutin kami lakukan,” katanya.
Menurut pria yang sehari-hari menjadi Waker BRI Cabang Gajah Mada Denpasar ini, menginjak usia kandungannya tiga bulan, dirinya sepakat untuk periksa USG untuk mengetahui kondisi dan jenis kelamin sang bayi. Saat itu, istrinya melakukan USG di salah satu dokter spesialis kandungan di Denpasar.
Dari pemeriksaan itu, dokter menemukan kalau organ bayinya mengalami kelainan. Dokter sempat menyarankan agar janin “diangkat” (digugurkan). Namun saran itu ditolak dan tetap menunggu sampai usia kelahiran.
Setelah jadwal persalinan tiba, akhirnya bayi pertamanya lahir melalui operasi sesar di RSUD Buleleng, Rabu (22/4). Sang bayi lahir tanpa tempurung kepala.
Setelah menjalani perawatan, dokter yang merawat mengizinkan pulang. Untuk perawatan lanjutan, dokter meminta agar bagian kepala bayinya sering ditutup perban. “Setelah lahir di kepalanya itu ada benjolan yang berisi cairan dan kalau disentuh lembek. Bayi kami sempat dirawat dalam inkubator selama beberapa jam, untu menstabilkan kondisinya,” katanya.
Meski tidak ada petunjuk lanjutan dari dokter, Bagiarsa hanya menggunakan kain perban untuk menutupi bagian kepala sang bayi. Dia dan keluarganya berharap agar pemerintah atau pihak lain yang bisa membantu memfasilitasi pengobatan bayi yang belum diberi nama tersebut. “Sebagai orangtua tetap berusaha untuk mencari kesembuhan, dan untuk sementara kami rawat di rumah dan kalau ada yang memfasilitasi kami ingin kelainan itu disembuhkan dengan cara medis,” jelasnya.
Kelahiran bayi tanpa tempurung kepala itu mengundang keprihatinan Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng dan para penggiat sosial di Buleleng. Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Luh Emi Suesti mengunjungi pasutri itu.
Ia mengatakan, pemerintah daerah untuk sementara akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memproses kelengkapan jaminan kesehatan yang bisa digunakan membantu penanganan lanjutan sang bayi. Ini karena, dalam proses persalinan, pasutri ini memakai KIS mandiri yang difasilitasi tempat ayah bayi bekerja.
Nantinya, jika tidak ada hambatan, Dinsos akan memproses KIS yang dibiayai dari pemerintah daerah. Sehingga penanganan lanjutan untuk kesembuhan bayi mungil tersebut bisa dilakukan. (Mudiarta/balipost)