BANGLI, BALIPOST.com – Harga babi per kilogram di tingkat peternak mengalami penurunan signifikan. Harganya mencapai Rp 24 ribu per kilo padahal harga di pasaran mencapai Rp 70 ribu.
Kondisi ini membuat sejumlah peternak babi di Kabupaten Bangli mengeluh. Wayan Sutama, salah satu peternak babi di Banjar Tiga Kawan, Desa Tiga, Senin (6/5) mengungkapkan, anjloknya harga babi di tingkat peternak sudah dirasakan terjadi sejak sebulan terakhir. Saat ini harga jual babi berkisar Rp 24 ribu per kilogram. Sementara sebelumnya bisa laku dijual Rp 38 ribu per kilogram.
Dengan harga saat ini, dirinya mengaku cukup merugi. Sebab turunnya harga babi tak sesuai dengan biaya produksi. Meski harga pakan diakuinya sudah turun sekitar Rp 10 ribu per kilogram, namun tetap tak sebanding dengan harga jual babi sekarang. “Kalau dengan harga jual Rp 24 per kilogram rugi sekali. Kalau harga Rp 30 ribu per kilogram, ya bisa lah dapat untung sedikit,” ujarnya.
Diungkapkannya, walau harga babi di tingkat peternak sedang anjlok, namun harga daging babi di pasaran masih bertahan di kisaran Rp 70 ribu per kilogramnya. Sutama mengaku tak tahu secara pasti apa yang menyebabkan harga daging babi di tingkat peternak turun drastis. Diduga hal itu disebabkan karena adanya permainan saudagar.
Anjloknya harga babi di tingkat peternak juga diakui peternak babi lainnya Sang Putu Adil. Peternak di Desa Jehem, Tembuku ini mengungkapkan penurunan harga babi terjadi secara perlahan sejak sebulanan terakhir. “Turunnya tiap dua hari sekali, dari harga sebelumnya Rp 35-37 ribu, sekarang berkisar Rp 25-26 ribu,” ungkapnya.
Menurut Sang Putu Adil, salah satu penyebab anjloknya harga babi saat ini karena adanya kepanikan pasar. Sejumlah peternak resah dengan beredarnya isu harga babi turun, sehingga menyebabkan mereka berlomba-lomba menjual ternaknya. “Dengan seperti itu, otomatis harga menjadi turun,” terangnya.
Dengan harga jual sekarang yang berkisar Rp 25-26 ribu per kilogram, baginya tidak terlalu membuatnya rugi, namun tidak juga membuatnya untung. Untuk menekan harga pakan, dirinya selama ini berupaya melakukan efisiensi, yakni dengan membuat pakan sendiri yang standarnya disesuaikan dengan standar pabrikan. “Kalau peternak kecil yang tidak punya teknologi buat pakan, rugi,” terangnya. (Dayu Swasrina/balipost)