DENPASAR, BALIPOST.com – Pergub Bali Nomor 97 tahun 2018 yang intinya meminimalkan timbulan sampah plastik dan produk turunannya, seperti styrofoam, berdampak pada pelaku usaha dekorasi. Pasalnya, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Dekorasi Bali (APBD), AA Made Rai Arnata, Selasa (7/5), styrofoam cukup sering digunakan untuk dekorasi.
Pria yang merupakan pemilik Agung Roy Dekorasi menuturkan, selama ini pengusaha dekorasi menggunakan styrofoam untuk membuat hiasan dekorasi. Bahan tersebut tidak sekali dua kali digunakan namun berkali-kali.
Bahkan, styrofoam merupakan solusi bagi masyarakat yang menginginkan dekorasi yang terjangkau namun tetap indah. Ia berharap kebijakan pengurangan timbulan sampah plastik dan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dan styrofoam isinya dipertegas.
Khususnya yang menyangkut pelarangan styrofoam agar tidak disalahartikan. “Mungkin yang dimaksud pemerintah, styrofoam yang dilarang itu ialah yang sifatnya sekali pakai, bukan yang sudah diolah menjadi barang bernilai seni dan pastinya bisa digunakan berkali-kali, bahkan bertahun-tahun,” ujarnya.
Ia menambahkan bagi pengusaha dekorasi, styrofoam merupakan salah satu material yang bisa digunakan sebagai dekorasi. Salah satunya membuat gayor yang banyak digunakan mendekorasi lokasi pernikahan.
Ia berharap pemerintah tidak melarang penggunaan styrofoam yang sifatnya dapat digunakan berulang kali. Disebutkan, selama ini usaha dekorasi memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Bali.
Di samping itu, dekorasi berbahan styrofoam juga menghemat biaya sehingga membantu masyarakat yang sedang melaksanakan upacara keagamaan maupun adat, seperti pernikahan dan potong gigi. “Contohnya, dengan budget menengah ke bawah, kami bisa memberikan dekorasi berupa gayor di depan pelaminan, kain, tenda, kursi dan yang lainnya. Kenapa kami bisa memberi layanan semua itu dengan budget yang rendah? Karena barang yang kami gunakan itu adalah barang bisa berkali-kali digunakan, seperti gayor atau dekor depan yang berbahan dasar styrofoam. Jadi kalau Pergub itu melarang semuanya, tanpa melihat mana yang lebih sering menghasilkan limbah, kami sangat keberatan,” bebernya.
Dengan adanya pergub itu, diakui beberapa anggota APDB merasa kesulitan mendapatkan orderan di pemerintahan. Maka dari itu APDB merasa keberatan jika styrofoam yang sifatnya bisa berulang kali digunakan, harus dilarang. “Kami bukan tidak peduli dengan lingkungan. Kami apresiasi dan mendukung penuh tujuan adanya Pergub ini, tapi mohon dikaji kembali dalam hal pelarangan styrofoam, yang mana dibolehkan, yang mana dilarang,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)