Wisatawan saat berkunjung ke Pura Besakih. (BP/dok)

Oleh Dewa Gde Satrya

Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan pangsa pasar travel agency online meningkat hingga Rp 3 triliun pada 2015 dan diproyeksikan tumbuh 28 persen menjadi Rp 10 triliun pada tahun 2020. Teknologi digital pada pariwisata digunakan untuk memudahkan wisatawan dalam melakukan seamless customer experience dalam mencari (look), memesan (book), dan membayar (pay) layanan wisata.

Dengan ini, muncul tren sharing economy di sektor pariwisata (Kompas.com, 31/07/2018). Bahkan, lanjut Menpar, bisnis berbagi ini sangat berdampak pada pariwisata, dari sisi informasi 90 persen, akomodasi 89 persen, dan transportasi 88 persen.

Hal ini tentu sangat penting untuk pariwisata Indonesia yang tumbuh 22 persen pertumbuhan wisatawan, tiga kali lebih tinggi dari pasar regional dan global. Pernyataan tersebut merupakan salah satu dari tiga program prioritas Kemenpar yang diimplentasikan sejak 2017 yakni digital tourism, homestay (pondok wisata), dan konektivitas udara.

Menpar menegaskan untuk meningkatkan kunjungan wisman secara signifikan, digital tourism menjadi strategi yang harus dilakukan untuk merebut pasar global khususnya pada 12 pasar fokus yang tersebar di 26 negara. Program digital tourism beberapa tahun lalu dimulai dengan meluncurkan ITX (Indonesia Tourism Exchange) yang merupakan digital market place platform dalam ekosistem pariwisata atau pasar digital yang mempertemukan buyers dan sellers di mana nantinya semua travel agent, akomodasi, atraksi dikumpulkan untuk dapat bertransaksi. Menpar menyatakan program itu sudah operasional 100% pada triwulan II/2017 dan semua industri pariwisata sudah go digital (kemenpar.go.id).

Selain itu juga telah diluncurkan War Room M-17 di Gedung Sapta Pesona, kantor Kemenpar, sebagai pusat pemantauan berbasis teknologi digital. Dalam ruang War Room M-17 terdapat 16 layar LED touch screen untuk memantau 4 aktivitas utama yakni: pergerakan angka-angka pemasaran mancanegara dan pemasaran nusantara, tampilan big data berisi keluhan, kritik, saran, dan semua testimoni baik negatif maupun positif. Pusat intelijen ini menampilkan pergerakan wisman dan wisnus secara real time update termasuk data strategi untuk menghadapi kompetitor yakni: Malaysia sebagai common enemy dan Thailand sebagai musuh profesional bagi pariwisata Indonesia. Selain itu, ditampilkan pula indikator positif-negatif mengacu pada Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) World Economic Forum (WEF) sebagai standar global.

Baca juga:  Kemenpar Bidik 1.000 Wisman Festival Danau Sentarum

Nuansa digitalisasi industri pariwisata, utamanya kinerja pemasaran, semakin masif di kepemimpinan Menpar Arief Yahya. Berbagai kegiatan seperti mobile apps, digital campaign, interactive campaign, viral marketing (facebook, twitter, youtube, blog) semakin terasa denyutnya. Promosi digital mempunyai pengaruh yang kuat serta memiliki jangkauannya luas serta cepat dapat direalisasikan dengan anggaran yang relatif murah. Salah satu buktinya, 70% wisatawan Tiongkok mencari dan mendapatkan informasi mengenai Indonesia dari internet. Persentase tersebut menunjukkan urgensi pemanfaatan TIK dan pengembangan platform digital tourism hub yang semakin masif dalam pengembangan pariwisata di Indonesia.

Platform Digital

Salah satu kelemahan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global adalah buruknya infrastruktur ICT (information and communication technology). Karena itu, platform digital tourism hub perlu dibangun untuk mengintegrasikan seluruh ekosistem stakeholder kepariwisataan Indonesia. Ekosistem itu mencakup objek wisata, hotel, travel agent, airlines dan lainnya.

Baca juga:  Kemenpar dan Kadin Gelar Batam Tourism Bisnis Forum 2017

Kemenpar terus-menerus memperbaiki infrastruktur ICT, di antaranya membangun platform digital tourism hub oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. sebagai perusahaan Badan Usaha Miliki Negara penyedia jaringan dan jasa TIMES (Telecommunication, Information, Media, Edutainment, dan Services). Sebelumnya, dalam rangka pengembangan destinasi pariwisata dan memenuhi kebutuhan wisatawan di era digital, Kemenpar juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyediakan sarana dan prasarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sejumlah destinasi pariwisata Indonesia.

Kerjasama meliputi penyediaan data dan informasi, pendampingan dan pengembangan sumber daya manusia, penyediaan sarana dan prasarana pendukung telekomunikasi, serta pemanfaatan akses informasi oleh masyarakat di kawasan destinasi pariwisata. Tahun 2016, kabarnya ada 16 kawasan strategis pariwisata nasional dan 113 desa yang mendapatkan bantuan TIK. Target ini diharapkan akan terus meningkat sampai akhir 2019.

Destinasi pariwisata yang mendapatkan bantuan sarana dan prasarana telekomunikasi, salah satunya bandwith berkekuatan 1-2 MB/detik, tidak dipilih secara acak, melainkan harus memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya daerah tersebut harus dipastikan dapat memanfaatkan sarana dan prasarana TIK, serta tergolong dalam daerah 3T yaitu terdepan, terpencil, dan terbelakang.

Tahun lalu, daya saing pariwisata Indonesia khususnya untuk fasilitas infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi berada di ranking ke-50. Tahun 2019, daya saing pariwisata Indonesia diharapkan berada di ranking ke-30.

Salah satu tujuan pengembangan platform digital tourism hub maupun pemerkuatan TIK di 16 kawasan strategis pariwisata nasional dan 113 desa adalah destinasi wisata di Indonesia akan mudah mempromosikan diri dan membuka akses reservasi sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Melalui momentum ini, perlulah menyatukan kekuatan salah satu stakeholder penting dalam pariwisata Indonesia, yakni kalangan blogger, sebagai ujung tombak promosi pariwisata secara online untuk bersama-sama mempromosikan turisme Indonesia.

Baca juga:  Acara Puncak Heboh, Vinculos Terpukau Keindahan dan Besarnya Danau Toba

Platform digital tourism hub selayaknya mengelola ‘’gerakan kolektif’’ yang dilakukan kalangan blogger untuk mengarahkan segenap ide dan gagasan untuk mempromosikan kepariwisataan berbagai daerah di Tanah Air. Singkatnya, komunitas blogger perlu semakin diakui eksistensinya sebagai marketer andal dan agresif yang mendongkrak image maupun menggerakkan pergerakan wisatawan di dalam negeri.

Lewat posting narasi cerita, foto maupun video tentang destinasi wisata suatu daerah, jelas membantu mempromosikan kepariwisataan dalam negeri yang sangat mustahil jika mengandalkan tugas dan anggaran promosi hanya dari pemerintah. Lebih-lebih, blogger yang dengan teknik jitu mengetahui detail algoritma dunia internet, search engine optimization, misalnya, membuat postingan tentang destinasi wisata di Tanah Air menjulang tinggi (page rank) di antara ratusan bahkan mungkin ribuan blog dan website dengan kata kunci yang sama di seluruh dunia.

Dalam kaitannya dengan kinerja kepariwisataan dalam negeri, yang sekurangnya mengandalkan kinerja utama pada 4 ukuran (devisa, tingkat kunjungan wisatawan, pengeluaran wisatawan, dan lama tinggal), blogger berperan strategis melakukan percepatan pergerakan wisatawan di berbagai penjuru nusantara dan meningkatkan daya tarik kunjungan wisman. Dengan demikian, digitalisasi pariwisata diharapkan akan semakin berjayanya pariwisata Indonesia di kancah global pada tahun 2019 ini. Semoga.

Penulis, dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *