DENPASAR, BALIPOST.com – Cacar monyet yang terdeteksi pada warga negara Nigeria di Singapura sempat menghebohkan Batam dan Indonesia umumnya. Namun cacar monyet bukan penyakit yang bersifat fatal, hanya secara estetika saja tidak enak dipandang.
Guru Besar Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan, virus cacar monyet ini jika menjangkiti monyet tidak masalah. Hanya, jika manusia yang terkena akan berdampak pada timbulnya benjolan yang lebih besar dari cacar biasa.
Disebutkan, cacar monyet memang ditemukan awalnya pada monyet. Namun bukan monyet yang hidup di alam, melainkan monyet untuk penelitian di laboratorium.
Asal penyakit ini dari Afrika, namun ditemukan pertama justru di Denmark pada monyet yang akan digunakan untuk penelitian. “Cacar monyet memang bisa menyerang manusia, dan memang ada letupan kasus yang agak banyak pada manusia tapi tidak begitu fatal sebetulnya. Cuma kelihatannya memang tidak enak dipandang, estetika kurang bagus,” ungkapnya, Selasa (14/5).
Penularan penyakit ini tidak harus dari monyet. Bisa dari hewan pengerat lain, seperti tikus dan tupai. Penularan juga bisa terjadi dari mengonsumsi daging hewan liar di Afrika.
Selain itu juga bisa menular melalui air liur dan bisa menular melalui goresan atau luka pada tubuh. “Penularannya bisa juga dari orang ke orang tapi jarang,” cetusnya.
Meski ditularkan oleh hewan (zoonosis), namun dikatakan penyakit ini belum pernah ditemukan pada hewan di Indonesia. Di negara lain pernah ditemukan yaitu di Amerika. “Penyakit ini berhubungan dengan orang–orang yang suka binatang pengerat, seperti tikus dan tupai. Itulah sebenarnya sumber virusnya, sebenarnya bukan dari monyet,” pungkasnya.
Sama dengan cacar lain, jika benjolannya pecah dapat menyebar ke area lainnya di tubuh. Bisa mengenai seluruh tubuh yaitu tangan, kaki, dan wajah.
Ia mengimbau masyarakat tidak panik namun tetap meningkatkan kewaspadaan. “Tidak usah panik, lihat dulu perkembangannya,” tandasnya.
Kasus ini juga menjadi tantangan bagi peneliti di Indonesia untuk mengkajinya lebih dalam.
Sebelumnya, Dirjen P2P Kementerian Kesehatan dr. Anung Sugihantono mengatakan, Monkeypox sebagian mengarah kepada self limiting deseases yang artinya penderita bisa kembali normal dalam kurun waktu tertentu jika daya tahan tubuhnya baik. “Tapi sekarang WHO mengidentifikasi, mengingatkan bahwa penyakit ini menular,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)