JAKARTA, BALIPOST.com – Frekuensi penerbangan mengalami penurunan, mencapai 15 persen setelah adanya kenaikan harga tiket. Dikatakan Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau Airnav Indonesia Novie Riyanto kondisi ini terjadi sejak Desember 2018.
“Kalau penurunannya jelas ada ya. Di data kami di Soekarno-Hatta yang biasanya 1.000-1.100 penerbangan per hari untuk saat ini turun sekitar 15 persen,” kata Novie, Selasa (14/5).
Penerbangan tersebut termasuk penerbangan domestik dan internasional. Namun Novie mengatakan, perlu dilakukan analisa lebih lanjut apakah penurunan tersebut disebabkan hanya karena tiket mahal.
Pasalnya, lanjut dia, periode tersebut juga bertepatan dengan musim sepi atau low season. “Untuk kemarin puasa pertama itu agak naik lagi 1.000 lebih per hari, kemudian karena minggu pertama dan kedua ini low season ya sekitar 850 per hari,” kata Novie.
Ia berharap minggu ketiga sudah bisa meningkat lagi karena mulai kegiatan mudik. Novie juga tidak menampik di rute-rute tertentu, memang sudah difasilitasi dengan moda darat saat ini, seperti Jakarta-Surabaya, Jakarta-Semarang, dan Jakarta-Denpasar. “Sekarang ada sebagian yang menggunakan mobil. Kan mobil ini lancar sekali. Jakarta-Semarang itu saya berapa kali naik mobil lumayan lancar lima jam,” katanya.
Sementara itu, Novie membandingkan dengan tahun lalu, frekuensi penerbangan tidak pernah turun. “Kalau tahun lalu itu enggak pernah turun, tetapi naik terus. Sekarang itu ada penurunan sekitar 15 persen,” katanya.
Penurunan penumpang juga dirasakan oleh PT Angkasa Pura I. BUMN pengelola bandara itu kehilangan 3,5 juta penumpang pada Triwulan I 2019. “Yang jelas tiga bulan pertama itu Triwulan I, angka penumpang yang kita laporkan sekitar 3,5 juta drop-nya dari 2018,” kata Direktur Pelayanan dan Pemasaran Angkasa Pura I Devi W Suradji.
Devi mengatakan penyebabnya bukan hanya harga tiket yang mahal, melainkan juga adanya tol, dan banyaknya bencana yang mempengaruhi pola pergerakan penumpang. “Harga tiket itu juga mempengaruhi karena salah satu yang paling besar berpindah dari satu tempat ke tempat lain itu traveling, bukan orang bisnis, tapi keluarga yang jalan,” katanya. (Nikson/balipost)