puasa
Penjual bahan pangan di pasar tradisional. (BP/dok)

Tingkat kemakmuran suatu negara sangat dipengaruhi oleh pembangunan yang berlangsung di negara tersebut. Untuk melangsungkan pembangunan, haruslah ada jaminan keamanan di negara tersebut.

Karena itu, pemerintah bersama masyarakat wajib hukumnya untuk menjaga stabilitas keamanan. Gangguan keamanan, apa pun bentuknya, sangat memengaruhi pembangunan ekonomi. Sangatlah susah bahkan sesuatu yang mustahil menemukan atau mewujudkan kesejahteraan masyarakat apabila stabilitas keamanan terganggu. Ini telah terbukti pernah dialami negara kita, juga beberapa negara lain.

Pembangunan ekonomi juga sangat dipengaruhi mekanisme pasar, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan ke mekanisme pasar, tidak secara otomatis membawa kesejahteraan pada seluruh lapisan masyarakat.

Pengalaman di negara maju maupun berkembang, ekonomi yang sepenuhnya dikendalikan mekanisme pasar, gagal untuk menciptakan pemerataan pendapatan di masyarakat. Ekonomi yang dikendalikan penuh mekanisme pasar cenderung menciptakan penguasaan ekonomi (kesejahteraan) pada segelintir orang saja. Yang berkembang ekonomi liberal dengan munculnya praktik oligopoli, monopoli dan sejenisnya.

Baca juga:  Mengelola PSSI dengan Dedikasi

Mencegah perekonomian ke arah liberal, para pendiri bangsa sudah jauh-jauh hari memikirkan dan memancang fondasi ekonomi kerakyatan. Bahkan, dasar pikir ekonomi kerakyatan ini telah dipancangkan oleh R. Aria Wiriatmaja, Patih Purwokerto tahun 1896.

Pemikirannya ini menjadi dasar sistem ekonomi kerakyatan dan yang kemudian dilanjutkan oleh Moh. Hatta, Wakil Presiden pertama Republik Indonesia yang dikenal dengan julukan Bapak Koperasi Indonesia. Dasar politik perekonomian ini selanjutnya dituangkan dan diatur dalam UUD 1945 pasal 33 khususnya ayat 1 yang berbunyi: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.

Baca juga:  Temu Wirasa, Pemkab Dorong Masyarakat Jadi Pelaku Pembangunan

Ketika praktik konglomerasi mulai muncul di Indonesia, ekonomi kerakyatan ini kembali digaungkan oleh Prof. Dr. Mubyarto dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Bahkan, konsep ekonomi kerakyatan Prof. Mubyarto ini lebih dikenal sebagai ekonomi Pancasila, yang lebih mengarah pembangkitan ekonomi perdesaan. Sementara di Bali, konsep ekonomi kerakyatan (perdesaan) ini telah dibenamkan oleh almarhum Gubernur Prof. I.B. Mantra dengan Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD)-nya.

Bagaimana perekonomian di perdesaan Bali yang kental nuansa adat budaya dengan filosofi Agama Hindu, dikelola oleh masyarakat setempat untuk kesejahteraan mereka di bawah payung lembaga desa adat (pakraman). Munculnya gagasan tentang Gerakan Ekonomi Hindu maupun gerakan ekonomi lain di tanah air belakangan ini, patut diapresiasi sebagai bangkitnya ekonomi kerakyatan.

Baca juga:  Problema PGRI di Bali

Dasarnya jelas pasal 33 UUD 1945, jiwanya jelas Pancasila dan filosofinya keyakinan yang dianut masyarakat. Semuanya dipastikan bertujuan mulia, untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pemerataan kesejahteraan masyarakat akan berimbas pada rendahnya ketimpangan ekonomi masyarakat yang berpengaruh pada stabilitas politik maupun keamanan.

Jadi, stabilitas ekonomi, social, dan politik dapat berimbas pada stabilitas keamanan. Sebaliknya, tanpa adanya stabilitas keamanan maka pembangunan sulit dilaksanakan untuk memeratakan kesejahteraan masyarakat.

Karena itu, mari jaga stabilitas keamanan terutama pascapemilu ini demi kelanjutan pembangunan. Siapa pun pemimpin yang terpilih, itu pilihan rakyat Indonesia yang harus dihormati untuk melanjutkan pembangunan demi kesejahteraan bersama.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *