Ilustrasi. (BP/Dokumen Swara Tunaiku)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sektor properti yang belum pulih berimbas pada sektor perbankan. Salah satunya  pertumbuhan kredit.

Sebab, sektor properti ini, menurut akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana, Prof. Wayan Ramantha memiliki dua komponen, yaitu investasi sekaligus konsumsi. Ia menyebutkan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) merupakan kredit konsumsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan. Penduduk bisa terus bertambah, pertumbuhan perumahan juga terus mengalami peningkatan.

Baca juga:  Survei Bisnis UMKM BRI: 2024 Prospek Masih Bagus, UMKM Tetap Ekspansif

Di sisi lain KPR juga merupakan investasi bagi pengembang dan masyarakat. Bagi masyarakat misalnya membeli rumah untuk disewakan kembali, membeli ruko dipergunakan untuk mencari pendapatan tambahan.

Dengan  demikian, KPR berada di dua sektor yaitu konsumsi dan investasi, sehingga sangat menentukan perekonomian suatu negara. Bahkan di negara maju, derivative (produk turunan) dari pembelian properti ini diperdagangkan dalam bentuk obligasi, sehingga banyak hal yang terpengaruh, baik sektor riil maupun sektor jasa.

Baca juga:  Cuti Bersama Lebaran, Sejumlah Bank Buka Cabangnya untuk Operasional

Selain properti, menurut Wayan Ramantha, pertumbuhan kredit yang melambat juga karena dampak kondisi makro ekonomi nasional yang menurun dan kondisi makro global. Ditambah dengan sektor properti yang turun.

Kondisi ini bertambah parah dengan berlanjutnya perang dagang antara AS dan China, yang menyebabkan pertumbuhan negara maju juga melambat. Sementara situasi nasional juga tegang dengan adanya perhelatan politik pada 2019 ini.

Ia menilai pengusaha masih akan melihat kondisi ekonomi (wait and see) sampai Juni 2019. Diprediksi pertumbuhan kredit akan mulai terjadi pada 2020. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Triwulan III 2023, Realisasi Pajak Kendaraan Bermotor Bali Hampir 90 Persen dari Target
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *