Banyak pejabat yang mendengungkan revolusi industri 4.0. Demikian pula pengamat dan akademisi juga selalu menekankan hal tersebut. Seakan-akan industri 4.0 di era global ini menjadi fokus utama. Bahkan akan sangat tertinggal bila tak menerapkannya.
Namun, berbeda dengan Presiden Jokowi. Ketika mengunjungi Desa Kutuh, Badung, Jokowi sangat kagum atas keberhasilan desa tersebut. Dulu desa ini tergolong miskin, sekarang sudah sangat maju. Hal ini dikarenakan inovasi para tokohnya untuk menggerakkan ekonomi berbasis lokal. Jadi mereka tidak jauh-jauh mencari peluang usaha. Juga tidak gembar-gembor tentang industri 4.0. Mereka mengembangkan apa yang menjadi keunggulan desanya. Mereka juga berpikir me-link-kan antara potensi dan kebutuhan pasarnya.
Atas pemikiran itu, Presiden Jokowi pun menekankan agar setiap desa tidak perlu terjebak pada revolusi industri 4.0. Sebab, ada segmen yang bisa dimasuki oleh desa atau daerah yang kadang-kadang tidak banyak kompetitornya yang justru bermanfaat bagi desa. Jokowi pun berharap desa di luar Bali terutama di Jawa dan Sumatera bisa mencontoh Desa Kutuh. Mengembangkan daerahnya sesuai potensi yang dimiliki.
Pengembangan potensi desa, tentu bukan pertama kali diungkapkan Jokowi. Sudah sangat sering hal tersebut dikemukakan. Ini pertanda kebangkitan ekonomi desa menjadi perhatian Presiden. Salah satunya dengan mengucurkan Dana Desa. Bahkan setiap tahun mengalami peningkatan. Dana ini diharapkan menjadi stimulus dalam membangkitkan ekonomi di desa. Tentu ini sangat cocok dengan program yang sebelumnya digulirkan yakni membangun dari pinggiran. Harapannya tentu jangan sampai masyarakat pinggiran menjadi terpinggirkan.
Harapannya juga pengembangan ekonomi desa mampu memberikan kesejahteraan ekonomi sekaligus kemakmuran kepada masyarakat desa. Maka dari itu, pemanfaatan dana desa diarahkan untuk sebesar-besarnya membangun infrastruktur desa, dan percepatan pengelolaan usaha ekonomi desa yang berbasis sumber daya lokal.
Untuk menjembatani kepentingan itu, di Bali dikembangkan BUMDes. Bahkan setiap kabupaten/kota memprogramkan setiap desa memiliki BUMDes. Bagus memang. Tetapi jangan lupa di Bali sudah ada KUD ada LPD. Maka diperlukan tupoksi yang jelas ketiga lembaga tersebut. Sebab, pasar yang dituju juga sama yakni warga desa setempat.
Harus ada pembagian ‘’tugas’’ di antara ketiga lembaga itu. Jangan sampai mereka saling merebut pasar. Apalagi saling mematikan. Tentu itu tidak diharapkan. Semestinya mereka saling mendukung, saling menghidupkan dan saling membantu. Misalnya, BUMDes bergerak di sektor konsumsi.
Jadi mereka memasok kebutuhan untuk warung milik masyarakat. Demikian pula LPD harus memberikan suport permodalan kepada krama untuk menggerakkan ekonominya. Bukan kredit konsumtif seperti yang terjadi selama ini.
Sementara KUD fokus melayani petani. Sinergi inilah yang semestinya dilakukan apabila Bali ingin maju. Dengan demikian ketiga lembaga tersebut akan menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat, sehingga motto ‘’dari kita, oleh kita dan untuk kita’’ bisa segera diwujudkan.