Lahan sawah di Subak Pecala mengalami kekeringan karena jebolnya tanggul pada Maret 2019. (BP/ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Petani di Subak Pecala, Kelurahan Bebalang, Bangli mulai banyak yang beralih profesi. Masalahnya, lahan milik mereka kini sulit digarap lantaran mengalami kekeringan akibat dampak jebolnya tanggul munduk bebengan di Banjar Tegalalang, Kawan, sekitar pertengahan Maret 2019.

Berdasarkan pantauan, Senin (20/5), hektaran sawah dan saluran irigasi di wilayah subak Pecala tampak mengering. Kondisi tanah bahkan terlihat pecah-pecah. Sebagian lahan di subak tersebut saat ini berisi tanaman palawija seperti kedelai dan kacang ijo. Namun kondisi tanamannya mulai layu.

Baca juga:  Musim Kemarau, Sejumlah Subak di Gianyar Alami Kekeringan

Kelian Subak Pecala Nyoman Suarjaya ditemui di lokasi mengungkapkan kekeringan yang terjadi di wilayah Subak Pecala merupakan dampak dari jebolnya tanggul munduk bebengan di Banjar Tegalalang, Kawan beberapa waktu lalu. Jebolnya tanggul menyebabkan pasokan air ke subak Pecala dan tujuh subak lainnya yang berada di wilayah Subak Tampedeha terputus. “Karena tidak dapat pasokan air, kondisi lahannya jadi seperti sekarang, kering,” ungkapnya.

Suarjaya mengatakan terakhir kali petani di Subak Pecala menanam padi sekitar Januari lalu. Setelah panen, saat pasokan air macet, sebagian petani mengisi lahannya dengan tanaman kedelai.

Baca juga:  Akhirnya, Tanggul Subak Pecelengan Diperbaiki

Bibit kedelai yang ditanam petani bisa tumbuh karena terbantu dengan adanya air hujan. “Sekarang karena sudah mulai tidak ada hujan, tanaman kedelai petani sudah mulai ada yang layu,” ujarnya.

Jika selama beberapa bulan kedepan tak ada turun hujan, dipastikan lahan sawah di areal Subak Pecala tak bisa digarap petani sama sekali. “Setelah kedelai ini, kalau tidak ada hujan petani ya tidak bisa nanam lagi. Karena tanahnya padat. Ini saja mereka menanam kedelai untung-untungan,” terangnya.

Baca juga:  Dongkrak Kunjungan Wisatawan, Wabup Suiasa Bertemu Travel Besar di Cina

Suarjaya mengatakan, tak hanya menimbulkan kerugian materi akibat gagal panen seperti yang dialami dirinya, tak adanya pasokan air ke lahan pertanian juga mengakibatkan sebagian besar petani kehilangan mata pencaharian.

Belakangan ini, warga mulai banyak yang beralih profesi. Kebanyakan dari mereka memilih banting setir menjadi buruh bangunan dan buruh tani di tempat lain. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *