DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana motor dan mobil listrik di Bali mencuat dalam rapat perdana pembahasan Ranperda tentang Perubahan Ketiga atas Perda No.1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah di Ruang Banmus DPRD Bali, Selasa (21/5). Eksekutif khususnya Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali mengusulkan adanya perbedaan tarif pajak antara kendaraan berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik tersebut.
Mengingat saat ini, Pemprov Bali juga tengah merancang regulasi terkait penggunaan motor dan mobil listrik. “Dikaitkan dengan rancangan itu, perubahan Perda Pajak Daerah kan memerlukan proses cukup panjang. Kenapa tidak kita antisipasi sekalian tarifnya,” ujar Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, I Made Santha usai rapat.
Menurut Santha, pengguna kendaraan listrik mestinya diberikan subsidi pajak. Dengan demikian, masyarakat akan termotivasi untuk menggunakan kendaraan listrik.
Mengenai besaran tarifnya, perlu dibicarakan secara tersendiri. Mengingat, kebijakan ini pasti akan berpengaruh pada penurunan pendapatan yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor. “Pasti berpengaruh, cuma signifikannya sejauh mana kan perlu ada kajian lebih lanjut. Saya rasa ketika kita berbicara urusan perpajakan, itu tidak bisa kita berbicara dari satu sektor saja. Pasti juga kita melihat dampak-dampak lain dari pajak tadi,” jelasnya.
Ketika penggunaan kendaraan listrik diundangkan, Santha menyebut tetap ada dampak positif. Bali sebagai destinasi pariwisata internasional akan diuntungkan dari aspek lingkungan yang lebih bersih.
Kemudian dari segi gas buang juga berbeda bila dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil yang cenderung polutif. “Artinya, ada hal-hal yang berdampak dari kendaraan listrik ini, dari aspek subsidinya,” imbuhnya.
Terkait revisi perda pajak daerah, lanjut Santha, memang ada rancangan penurunan BBNKB I. Namun hal itu disebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, karena hanya diberikan khusus untuk kendaraan umum. Sementara jumlah kendaraan umum di Bali tidak lebih dari 1,8 persen dari keseluruhan kendaraan yang ada.
Pertumbuhan angkutan umum baru juga sangat kecil dan dibatasi yang berpelat kuning. “Jadi jumlahnya sedikit. Terus yang kedua, yang diberikan nanti penurunan tarif kan BBNKB I-nya, berarti kendaraan baru. Kendaraan yang sudah ada saat ini, dia tetap diberlakukan sesuai dengan ketentuan,” tandasnya.
Ketua Pansus Ranperda Revisi Perda Pajak Daerah, Gede Kusuma Putra mengatakan, ada 8 ketentuan dengan total 12 pasal yang akan diubah dalam ranperda inisiatif dewan itu. Terutama menyangkut nomenklatur dan besaran tarif.
Pihaknya ingin memberikan insentif untuk kendaraan bermotor yang dimiliki oleh badan hukum, termasuk pengusaha angkutan umum (pelat kuning). “Kami ingin sesuaikan tarifnya dengan yang di provinsi lain. Rencananya akan turun menjadi 10 persen untuk BBNKB I. Ada juga persoalan tarif progresif, kita revisi agar intervalnya equal,” ujar politisi PDIP ini.
Terkait kendaraan listrik, Kusuma Putra menyebutnya sebagai salah satu kendaraan ramah lingkungan. Semakin banyak masyarakat memakai kendaraan listrik, tentu akan menyehatkan.
Pihaknya sepakat memberikan subsidi, sekalipun akan ada dampak terhadap pendapatan. Apalagi, Gubernur Bali Wayan Koster sebetulnya tidak terlalu menggenjot pajak kendaraan bermotor. “Memang pendapatan provinsi kan sebagian besar itu. Tapi beliau dengan jajaran, termasuk kami juga ingin meng-create sumber-sumber pendapatan lain. Kalau ini kita paksakan, pasti dampaknya macet, krodit. Jadi kami lebih ke mengaturnya bagaimana, mana yang patut diberikan insentif, mana yang tidak,” jelas Anggota Komisi II DPRD Bali ini. (Rindra Devita/balipost)