hibah
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pajak Hotel dan Restoran (PHR) merupakan salah satu potensi pendapatan yang cukup menjanjikan di Bali. Namun, selama ini masih belum optimal diraih bila dibandingkan dengan potensi yang ada. Ini lantaran potensi PHR belum terdata dengan baik. Kalaupun sudah terdata, proses pemungutannya belum optimal.

“Ada objek pajak yang belum melakukan pemungutan, penyetoran secara optimal. Kemudian tidak tertutup kemungkinan juga ada fraud,” ujar Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra usai memimpin rapat finalisasi rancangan Perbup/Perwali tentang Sistem Pemantauan Data Transaksi PHR secara Elektronik di Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Jumat (24/5).

Terkait hal itu, Tim Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) KPK mengasistensi Bali agar membangun sebuah sistem pemantauan data transaksi PHR secara elektronik atau online, yang bisa memberikan akuntabilitas dan integritas. Bali bahkan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan integrasi itu. Dengan harapan, pendataan potensi dapat dilakukan dengan baik sekaligus mencegah bahkan menghilangkan fraud atau penyimpangan. “Kami membangun sebuah sistem yang bisa mengidentifikasi, merekam, mencatat, memonitor semua potensi itu dan dinamika hari ke hari, menit ke menit bahkan realisasi penerimaan. Itu bisa dipantau oleh siapa saja, baik gubernur, bupati/wali kota maupun Tim Korsupgah KPK,” jelasnya.
Dewa Indra menambahkan, PHR memang bukan menjadi kewenangan provinsi. Pemprov Bali hanya memfasilitasi kabupaten/kota untuk membangun sistem tersebut dalam satu format regulasi yang sama, namun tanpa intervensi atau mengurangi kewenangan di daerah. Inilah yang menjadi esensi Pola Pembangunan Semesta Berencana. “Semua kabupaten/kota sudah sepakat membuat peraturan bupati/peraturan wali kota tentang sistem online dalam pemungutan PHR ini,” imbuhnya.

Baca juga:  Beri Pendampingan Hukum, Kejari dan Perbekel se-Gianyar Teken MoU

Menurutnya, memang ada kabupaten yang sudah memiliki Perda dan Peraturan Bupati terkait PHR online. Kabupaten tersebut tinggal menyesuaikan dengan rancangan regulasi yang baru. Tetapi ada pula yang hanya memiliki Perda dan belum memiliki Peraturan Bupati. Terkait hal ini, pihaknya sudah membantu menyusun rancangan peraturan bupati-nya. Draf rancangan tersebut selanjutnya dibahas di kabupaten/kota dan selambat-lambatnya 14 Juni semuanya sudah mengajukan permohonan fasilitasi peraturan bupati/wali kota kepada gubernur. “Kemudian kami berikan waktu kepada Biro Hukum dan tim untuk memfasilitasi paling lama tiga hari atau 17 Juni sudah harus selesai semua, dibawa ke kabupaten/kota. Penandatanganan oleh bupati/wali kota kami berikan waktu satu minggu,” paparnya.

Baca juga:  Jalan di Bantang Tertutup Longsor 

Artinya, lanjut Dewa Indra, paling lambat 25 Juni sudah dilakukan penandatanganan oleh bupati/wali kota. Pada Juli, semua bupati/wali kota, gubernur dan Tim Korsupgah KPK akan melakukan penandatanganan MoU untuk menyepakati hari dimulainya PHR online. Dengan demikian, sistem ini di Bali nantinya dilaksanakan serentak dengan basis regulasi dan titik start yang sama untuk mempermudah evaluasi. Sementara untuk pengelolaan PHR, sesuai kesepakatan terakhir masih dibagikan langsung oleh Kabupaten Badung kepada kabupaten penerima.

Baca juga:  MoU Batas Waktu Operasional Pengelolaan Wisata Tirta Empul Diatur Sejak April 2018

Tim Korsupgah KPK Arief Nurcahyo meminta kabupaten/kota segera menindaklanjuti rancangan regulasi terkait sistem pemantauan data transaksi PHR secara elektronik yang sudah disepakati tersebut. Jika tidak, KPK tidak akan melakukan supervisi terhadap kabupaten/kota bersangkutan. (Rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *