GIANYAR, BALIPOST.com – Upacara palebon unik digelar di kuburan Adat Kesian, Desa Lebih, Gianyar. Di saat pembakaran jenasah yang ditempatkan di patung lembu hitam, diiringi dengan ritual tabuh rah.
Kegiatan tabuh rah ini merupakan penghormatan terakhir dari warga yang merupakan rekan-rekannya atas ajaran almarhum tentang tata titi tabuh rah. Seperti prosesi umumnya, pelebon dengan tingkatan sederhana mengiringi pembakaran jenasah Almarhum I Dewa Made Alit (76), di Kuburan Adat Kesian, Gianyar, Kamis (23/5).
Menggunakan sarana Padma dan Lembu hitam, iringan prosesi menuju kuburan pun berjalan lancar. Namun, khusus untuk pengarak Lembu adalah dari kalangan petugas Damkar Gianyar, karena kebetulan salah satu putra almarhum adalab petugas di dinas setempat. Sementara penyandang bade dari pasemetian dan anggota banjar setempat.
Hingga di kuburan, setelah jenasah almarhum dipindahkan ke patung lembu, pemandangan menarik mulai terlihat. Sekumpulan warga penghobi tabuh rah langsung menyiapkan ayam aduannya.
Saat api disulut ke patung lembu, tabuh rah pun dimulai. Ayam yang kalah pun lari dan dibiarkan lepas sedangkan yang menang diamankan oleh pemiliknya. “Ini adalah penghormatan terakhir kami kepada Dewa Kak (almarhum Dewa Alit-red). Selama ini beliaulah guru kami untuk memberikan arahan tentang cara memelihara hingga mengadu ayam secara tradisional,” ujar I Nyoman Utik, yang mengaku sebagai murid almarhum.
Disebutkan, almarhum adalah sosok yang semasa hidupnya serba sederhana. Namun, di balik kesederhanaannya almarhum memiliki vibrasi untuk mengajarkan generasi muda penghobi pengayam-ngayaman (tentang ayam aduan). “Beliau tidak serta merta bertaruh, namun lebih banyak memberikan arahan agar memetik filosofi dari ayam beradu dan banyak hal lainya agar kita tetap kontrol diri,” tambahnya.
Dewa Putu Anom (45), salah satu putra almarhum membenarkan jika semasa hidupnya, ayahandanya banyak memiliki rekan di dunia tabuh rah. Padahal, ayahnya bukannya orang yang suka bertaruh banyak.
Hanya saja, rekan-rekannya itu sering meminta pertimbangan ke almarhum, sebelum ke arena tabuh rah. “Ya , beliau memang memahami tata cara pengayam-ayaman secara tradisional. Beliau juga sering mewanti agar rekannya senantiasa membatasi diri. Buktinya, almarhum tak pernah jual tanah selama menekuni tabuh rah ini. Malah, meski sebagai petani, beliau mampu menabung dan membeli sebidang lahan pertanian,” kenangnya. (Manik Astajaya/balipost)