DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan komitmennya untuk menjaga keberadaan taksi konvensional. Mengingat, taksi konvensional telah ada sejak lama dalam melayani pariwisata di Bali dan sudah terorganisir dengan baik.
Karena itu, zonasi atau kawasan operasional antara taksi konvensional dengan taksi online akan diatur di dalam Peraturan Gubernur (Pergub). “Sekarang tiba-tiba muncul taksi dengan aplikasi. Gak tahu siapa orangnya, KTP dari mana saja, kemudian tidak semua berpelat Bali, pangkalannya gak jelas, dan juga berbagai tata laksana lainnya yang sebenarnya kurang pas dalam konteks pelayanan kepariwisataan,” ujar Koster saat menemui massa Bali Transport Bersatu (BTB) di halaman Kantor Gubernur Bali, Senin (27/5).
Gubernur menjelaskan, walaupun saat ini telah ada Peraturan Menteri yang mengatur keberadaan sarana transportasi di Bali baik konvensional maupun online, namun menurutnya Bali tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Hal ini dikarenakan Bali sebagai daerah wisata harus memiliki penunjang sarana transportasi yang mengedepankan pelayanan.
Lebih jauh, Koster pun berjanji akan segera mengambil langkah-langkah yang mendukung keberadaan transport konvensional, salah satunya yakni segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur zonasi operasi antara konvensional dan taxi online (taxol).
“Dalam Pergub akan dimuat pengaturan wilayah, jadi taxol tidak boleh memasuki wilayah transport-transport konvensional yang sudah memiliki pangkalan tetap dan menjalin kerja sama dengan organisasi peguyuban. Jika taxol ingin ikut, ya mereka harus terdaftar sebagai anggota peguyuban. Kita pun akan dukung kualitas para driver konvensional ini, semisal kita bantu fasilitasi peremajaan kendaraan bersama BPD, tentunya dengan bunga paling rendah,” urai Koster yang disambut dukungan para anggota BTB.
Sebelum berinisiatif menemui ratusan anggota BTB untuk menyampaikan komitmennya secara langsung, Koster sebelumnya juga berkesempatan menerima audiensi dari perwakilan BTB di ruang kerjanya. Dalam kesempatan itu, Ketut Suriadi selaku pembicara menyampaikan harapannya agar ada jalan keluar dari pemerintah untuk mengatur keberadaan sarana transportasi konvensional bersama taxol, supaya bisa meredam perselisihan yang sering timbul.
Ia pun menjelaskan bagaimana para driver transportasi konvensional tergabung dalam sebuah peguyuban dan hanya bisa menarik penumpang di pangkalan yang dibawahi paguyubannya. “Di luar area itu, kami tidak berhak mengambil penumpang, karena kami juga menghormati mereka yang memiliki pangkalan itu, jadi kami tidak sembarang ambil penumpang. Untuk masuk peguyuban kami juga harus melewati seleksi dengan kriteria tertentu dan membayar kontrak dengan jumlah tertentu, itu yang perlu diketahui, agar bisa saling menghormati antar-driver,” ujarnya.
Untuk sopir taksi online akan diatur harus ber-KTP Bali, memakai kendaraan berpelat DK, serta tergabung dalam satu organisasi. Kendaraan yang dipakai mesti berpelat DK lantaran mereka mencari nafkah dengan wara-wiri di jalan Bali. “Jangan meragukan komitmen saya. Pasti saya berpihak kepada yang konvensional. Kepala Dinas Perhubungan yang baru, saya tugaskan menyusun Pergub dalam waktu sesingkat-singkatnya harus selesai. Kostumnya diatur dalam APBD perubahan 2019,” paparnya.
Ketua Umum BTB, Nyoman Suendra mengaku cukup puas walaupun taksi online tidak bisa ditutup sepenuhnya. Paling tidak sudah ada titik terang dari perjuangan para sopir taksi konvensional selama ini.
Komitmen gubernur termasuk solusi yang ditawarkan berupa penerbitan Pergub akan terus dikawal. Pihaknya juga akan terlibat dalam penyusunan Pergub tersebut. “Biar tidak ada dusta diantara kita lagi. Misalnya ada bahasa-bahasa yang beda nanti. Kami jujur dari teman-teman sudah merasa puas, gubernur luar biasa menyikapi, sudah berpihak pada kita juga,” ujar pria yang akrab disapa Jero John ini.
Sebelum mencapai kesepakatan, BTB antaralain menuntut agar taksi online beridentitas seperti halnya taksi konvensional. Kemudian, taksi online tidak boleh masuk ke daerah pariwisata yang selama ini menjadi tempat mangkal taksi konvensional.
Kuota taksi online juga harus jelas agar tidak semrawut seperti sekarang. Belum lagi, taksi online kebanyakan memakai kendaraan berpelat luar Bali dan sopirnya hanya mengenakan celana pendek atau kaos oblong. “Kan di Bali ada tatanannya, kami di konvensional antri di hotel-hotel memakai uniform (seragam, red), rapi lagi, dan kami jelas bisa berbahasa Inggris. Mereka (taksi online, red), orang (wisatawan) mau ke rumah sakit diajak ke swalayan. Kan ini bahasanya tidak nyambung,” pungkasnya. (Adv/balipost)
Setahu saya yang pelayanan nya baik cuma blue bird,hampir semua taxi konvensional hanya memakai tarif tembak yang kadang tidak sewajar nya,satu contoh taxi bandara belum lagi transport lokal non taxi yg ada di objek wisata belum tentu juga driver2 itu ber identitas bali karna sering pula saya jumpai orang2 dari jawa kupang batak dll jadi driver disana
E-KTP sifatnya nasional, selama orang itu tinggal di indonesia, mau bekerja dan tinggal dimana pun, silahkan, yg penting tidak melakukan kriminal dan anarkis, terkecuali kali bali negara sendiri, semua warga negara indonesia berhak dan sama dimata hukum.