SEMARAPURA, BALIPOST.com – Riwayat gangguan kandung kemih Ida Pedanda Gede Made Tembau, kambuh lagi. Kondisi demikian terpaksa membuatnya kembali masuk ruang perawatan ICU Rumah Sakit BaliMed Denpasar, sejak empat hari lalu.
Hingga Senin (27/5), sulinggih berumur 74 tahun ini masih mendapat perawatan intensif pihak tim medis rumah sakit. Kabar terganggunya kesehatan Ida Pedanda, begitu cepat tersebar di kalangan umat di Bali.
Gria Kulon, Desa Aan, Banjarangkan, langsung dipadati kerabat dan umat dalam beberapa hari terakhir, yang ingin mengetahui bagaimana kondisi terakhir kesehatannya. Anak bungsunya, Ida Bagus Wibawa, saat dihubungi Senin (27/5), mengatakan bahwa riwayat gangguan kandung kemihnya itu sudah cukup lama.
Namun, mulai kambuhan sejak setahun terakhir. Bahkan, sebelumnya dikatakan Ida Pedanda sempat mengalami kencing darah.
Saat itu, dia sempat mendapat perawatan di RSUP Sanglah. Kondisinya sudah semakin membaik, setelah penanganan di rumah sakit, kemudian rutin melakukan kontrol kesehatan.
Belakangan, riwayat gangguan kesehatan kandung kemihnya kambuh lagi. Wibawa mengakui sakitnya kambuh lagi, lantaran terlambat melakukan kontrol kesehatan. “Pascakencing darah itu, kami rutin kontrol kesehatannya. Terakhir ini, kambuh lagi memang karena terlambat kontrol. Sekarang masih dalam penanganan di RS BaliMed Denpasar,” kata Wibawa.
Dalam kondisi perawatan intensif di rumah sakit, Ida Pedanda ditemani keluarga besarnya. Pihak keluarga berharap doa umat untuk kesembuhan Ida Pedanda, agar segera pulih dan kembali ke Gria Kulon untuk melayani umat seperti sedia kala.
Sebelum malinggih, Ida Pedanda Gede Made Tembau saat walaka, bernama Ida Bagus Gde Diksa. Dalam perjalanan kariernya, dia dikenal sebagai guru SD, kemudian menjadi Kepala SDN 1 Akah.
Hasil pernikahannya, melahirkan dua anak yakni Ida Ayu Mayun dan Ida Bagus Wibawa. Keduanya sudah menikah, sehingga total sudah memiliki lima cucu.
Banyak pihak yang penasaran dengan sosoknya, karena rekaman suara Tri Sandya yang setiap hari diputar di radio dan televisi, bahkan di desa-desa secara rutin, adalah hasil dari suara beliau. Banyak pihak menilai suara rekaman itu amat berkarakter berat, dengan ritme yang khusuk dan berkharisma.
Rupanya, hasil karya demikian yang begitu melekat dalam benak umat selama bertahun- tahun, lahir dari Ida Pedanda saat walaka.
Tokoh masyarakat Klungkung, Dewa Soma, Senin (27/5), mengatakan ketika masih aktif sebagai guru, dia juga aktif sebagai seniman drama gong dalam kelompok Bintang Bali Timur. Ketika itu, dia kerap memainkan peran sebagai sosok Ida Bhagawan maupun sosok Raja Tua.
Bahkan, dia juga dipercaya menjadi juri nasional dalam ajang Utsawa Dharma Gita tingkat nasional. Setelah mantap dengan segudang pengalaman sebagai seniman, alumni PGA ini akhirnya memutuskan ikut jalan sang kakak, Ida Pedanda Gde Putra Tembau, yang sekaligus sebagai guru nabenya.
Sementara nabe saksinya, adalah Ida Pedanda Gde Putra Bajing Gria Tegal Jangga. Dia mengambil tanggung jawab sebagai sulinggih siwa, dari tiga ajaran kesulinggihan Tri Sadhaka, yakni Siwa, Budha, Bujangga. “Beliau amat bersahaja. Ramah dan tidak saklek. Begitu dekat dengan umat,” kata tokoh budayawan Klungkung ini. (Bagiarta/balipost)