DENPASAR, BALIPOST.com – DPRD Bali mengusulkan Ranperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dalam Rapat Paripurna, di gedung dewan, Rabu (29/5). Ada banyak aspek yang diatur menyangkut perlindungan bagi pekerja lokal Bali. Mengingat, pekerja Bali juga sekaligus pelaku adat budaya yang dalam kesehariannya menjaga dan melestarikan kearifan lokal di Pulau Dewata.

Salah satu yang akan diatur dalam ranperda adalah terkait upah minimum sektoral (UMS). “Penting sekali membuat jenis upah baru, upah minimum sektoral yaitu upah yang diberikan untuk pekerjaan mayoritas dan menonjol di Bali seperti sektor pariwisata dan industri kreatif,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta.

Menurut Parta, perlu ada kriteria pengupahan dengan memasukkan beban sosial budaya menjadi komponen upah Kebutuhan Hidup Layak. Jenis upah yang selama ini berlaku di Bali hanya ada dua. Yakni, upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota.

Baca juga:  Perayaan Rahina Tumpek Krulut Untuk Pelestariaan Nilai Kearifan Lokal Bali

Aturannya, UMP adalah patokan terendah kabupaten di dalam membuat UMK. “Tetapi faktanya, ada 7 kabupaten yang membuat UMK di bawah UMP. Padahal UMP dibuat oleh gubernur atas dasar kajian Dewan Pengupahan Daerah,” imbuh Politisi PDIP asal Guwang, Gianyar ini.

Belum lagi, lanjut Parta, kondisi upah di Bali yang kalau dibandingkan dengan beberapa kota besar di Indonesia masih tertinggal jauh. Di samping alasan upah, pemerintah juga masih dianggap tidak mampu dalam memberikan jaminan akan masa depan pekerja lokal. Ini terlihat dari semakin masifnya sistem kerja kontrak, DW (Daily Worker) atau pekerja harian lepas, dan outsourching.

Ironisnya, kondisi ini berlangsung hingga bertahun-tahun. Pekerja lokal tidak diangkat menjadi tenaga tetap sekaligus tidak ditanggung BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan-nya. “Penting memberikan perlindungan terhadap mereka. Termasuk mengenai persentase tertentu menampung orang Bali,” jelasnya.

Baca juga:  Diajukan Sejak 2017, Relokasi Warga Bantas Tak Kunjung Terealisasi

Parta menambahkan, perusahaan di Bali wajib menyiapkan orang Bali menjadi pimpinan perusahaan. Mengingat selama ini, posisi strategis seperti General Manager (GM) hingga Chief Security banyak dipegang orang asing.

Di sisi lain, perlu diatur mengenai kewajiban bagi perusahaan untuk mempekerjakan pekerja disabilitas. Kemudian, memberikan hak bagi pekerja untuk mendirikan unit atau organisasi pekerja agar mereka lebih berdaya dan tidak tercerai berai. “Paradigma baru penting dibangun bahwa pekerja adalah aset perusahaan. Semakin baik perlakuan terhadap tenaga kerja akan semakin produktif perusahaan. Semakin tinggi produktivitas dan tanggung jawab pekerja maka semakin berkembanglah perusahaan tersebut dan sejahtera pula pekerjanya,” pungkasnya.

Baca juga:  Kantor Dishub Disatroni Maling, 15 Juta dan Laptop Raib

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan, UMP merupakan hasil kesepakatan bersama. Di industri jasa, juga ada yang disebut service.

Pertimbangannya, karena Bali memang bukan daerah industri manufaktur. “Masalah upah sektoral, itu baru satu saja. Mungkin di Indonesia, baru Kabupaten Badung saja,” ujarnya.

Terkait tenaga kerja asing menduduki posisi strategis, pria yang akrab disapa Cok Ace ini menyebut kini sudah mulai bergeser. Seperti misalnya di Bali Hotel Asosiasi, yang dalam 4 tahun terakhir sudah dipimpin oleh orang Bali.

Demikian juga untuk jabatan GM di hotel berbintang. Dari 160 hotel bintang 4 dan 5, 40 diantaranya diisi oleh orang Bali. “Mereka berhasil dan mereka mampu,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *