DENPASAR, BALIPOST.com – Konsep pawai Pesta Kesenian Bali (PKB) XLI Tahun 2019 sejatinya tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Namun kali ini lebih digarap agar peserta pawai tidak hanya sekedar berjalan menampilkan kekhasan daerah masing-masing.
Ada komposisi yang dibangun agar tampilan pawai menjadi lebih menarik dan atraktif. Pawai PKB akan digelar di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Niti Mandala Renon, Denpasar, 15 Juni mendatang pukul 14.00 Wita.
“Biasanya kan tampilnya itu hanya di depan panggung kehormatan presiden. Sekarang kita bagi 3, semua dikomposisikan dari start mereka berjalan sudah bergerak sambil menari. Termasuk teruna teruni berbusana khas daerah kita bikinkan gerak semi fashion,” ujar Koordinator Pawai PKB XLI, Kadek Wahyudita dikonfirmasi, Senin (3/6).
Menurut Wahyudita, upaya ini sekaligus untuk mengontrol penonton dengan memecah konsentrasi mereka. Disamping dengan membuat barikade atau pembatas di beberapa titik. Di sisi lain, image pawai diharapkan berubah dari yang semula hanya atraktif di depan panggung kehormatan presiden saja.
Kini berubah menjadi di sepanjang panggung yang panjangnya sekitar 100 meter dari ujung barat ke timur. Dengan konsep karnaval tersebut, masing-masing kontingen diberi waktu maksimal 7 menit untuk tampil di depan panggung. “Jadi masuknya 2 menit, display di depan panggung kehormatan 2,5 menit, kemudian keluarnya 2 menit. Kurang lebih 5 sampai 7 menit-lah,” jelasnya.
Wahyudita menambahkan, ada tiga hal yang akan ditampilkan oleh masing-masing kabupaten/kota. Pertama, barisan identitas yang terdiri dari papan nama, lambang daerah, muda-mudi berbusana adat Bali, dan pembawa tedung khas kabupaten/kota.
Kedua, garapan tematik disesuaikan masing-masing kabupaten/kota yang menggunakan properti terkait tema PKB XLI “Bayu Pramana (Memuliakan Sumber Daya Angin)”. Seperti pindekan, guwangan, atau lonceng angin. Barisan kedua ini nantinya tepat berada di depan panggung kehormatan presiden.
Ketiga atau barisan terakhir, nantinya diisi dengan tradisi budaya khas daerah. Sebagai contoh, Tabanan dengan gamelan tektekan atau Denpasar dengan baris nengklong-nya. “Tetap kita pembinaan dulu, memastikan bahwa waktunya itu sudah tepat 7 menit atau kurang daripada itu, tidak boleh lebih,” imbuhnya. (Rindra Devita/balipost)