Oleh I Kadek Darsika Aryanta
Bila dilihat dari sejarah bangsa Indonesia, tepat pada tanggal 1 Juni 1945 dilakukan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada saat itu merupakan momentum yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia karena dari sidang tersebutlah, ide-ide mengenai dasar negara Indonesia dicetuskan.
Pada tanggal tersebut para tokoh seperti Muhamad Yamin dan Ir. Soekarno bekerja dengan semangat nasionalisme yang tinggi untuk membentuk landasan negara Indonesia. Setelah Pilpres 2019 ini masih terlihat rona-rona pelik dalam diri kita melihat kerusuhan yang terjadi pada bulan Mei lalu.
Jalinan demokrasi dirasa terkoyak oleh provokasi segelintir orang. Mereka membuat kerusuhan dengan membakar ban di jalanan, melempari aparat dengan batu, serta merusak fasilitas umum yang ada. Perusuh melakukan hal tersebut dengan atas dasar melindungi kepentingan rakyat.
Sungguh hal yang tidak logis. Begitu mudahnya rakyat kita diprovokasi dengan dalil-dalil agama untuk melukai sesama sungguh sangat disayangkan. Ini membuktikan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah luntur dalam sanubari para generasi muda sekarang ini.
Lebih dari 66 tahun Indonesia mengenyam kemerdekaannya, berbagai periode kepemerintahan sudah dilalui, namun sekarang ini, nilai-nilai moral Pancasila sudah semakin luntur. Konflik sosial yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh terlalu lebarnya amplitudo antara penduduk yang kaya dan miskin. Konflik masyarakat yang berbau suku agama, ras, dan antargolongan (SARA) disebabkan oleh fanatisme yang berlebihan terhadap individualisme masyarakat.
Dari segi birokrasi pemerintahan, runtuhnya moralitas para pejabat merupakan cerminan lunturnya nilai-nilai Pancasila di negara yang kita cintai ini. Fakta yang ada sekarang ini adalah merebaknya kasus korupsi di segala lini pemerintahan baik pusat maupun daerah, kasus narkotika yang semakin banyak, pelaksanaan kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat dan kasus pornografi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Fakta yang sangat menggelikan sekaligus mengundang gelak tawa adalah di beberapa stasiun televisi memperlihatkan bahwa ada beberapa anggota DPR yang tidak hafal urutan, lambang, dan isi dari Pancasila. Fakta ini menunjukkan bahwa pada zaman sekarang ini, pendidikan Pancasila sangat urgen untuk direvitalisasi kembali agar identitas bangsa Indonesia mampu kembali tercitrakan baik dari dalam maupun luar negeri.
Revitalisasi nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk membangun karakter bangsa. Nilai-nilai Pancasila dapat digunakan secara efektif untuk membangun rasa kekeluargaan dan nasionalisme bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang tertuang dalam 36 butir nilai-nilai Pancasila atau yang disebut Eka Prasetia Pancakarsa bila diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dijadikan senjata ampuh untuk melawan segala permasalahan bangsa ini.
Nilai-nilai yang tertuang dalam Eka Prasetia Pancakarsa seperti: saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan pelaksanaan pendidikan yang lebih baik.
Penjabaran konkret nilai-nilai Pancasila untuk setiap generasi bangsa Indonesia dapat dilakukan dalam berbagai bidang seperti pendidikan. Penanaman nilai Pancasila dalam masyarakat seharusnya dilaksanakan sejak dini dari dunia pendidikan karena dengan penanaman nilai moral Pancasila dari bidang pendidikan makan kita akan dapat memutus mata rantai kebobrokan moral bangsa ini dari generasi sebelumnya.
Pengembangan nilai-nilai Pancasila di dalam pendidikan tidak sebatas pada pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), namun pengembangan nilai-nilai Pancasila harus dilakukan di setiap mata pelajaran. Pola pendidikan dan pengajaran yang dilakukan tidak hanya berdasar pada soal dan jawab, namun pola pendidikan yang mengarah pada pendidikan karakter peserta didik.
Pendidikan yang terdiri dari 18 nilai karakter yaitu (1) religius; (2) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja keras; (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10) semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13) bersahabat/komuniktif; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) peduli lingkungan; (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Penanaman nilai Pancasila dalam bidang pendidikan tidak hanya diajarkan teori, namun lebih kepada nilai sikap dan perilaku keseharian siswa. Pengembangan nilai karakter yang dipadukan dengan sikap Ekaprasetya Pancakarsa dalam pendidikan dapat mewujudkan generasi muda yang Pancasilais.
Penanaman nilai Pancasila dan membangkitkan nilai Pancasila bagi pejabat dan para pengambil kebijakan adalah dengan cara melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan independen agar segala kebijakan yang ada benar-benar sesuai dengan amanat perundang-undangan yang berlaku. Penegakan hukum harus dilaksanakan dengan tidak mempolitisasi suatu kebijakan untuk mendiskreditkan golongan atau ormas tertentu.
Penegakan hukum yang dipolitisasi akan menyebabkan persepsi dan kerancuan hukum di dalam negara ini. Untuk itu, solusi revitalisasi Pancasila di semua generasi baik dari sisi siswa dan pengambil kebijakan harus segera dilaksanakan melalui langkah-langkah di atas.
Selain para pejabat, Aparatur Sipil Negara (ASN) juga perlu diberikan penguatan nilai-nilai Pancasila. Penanaman nilai Pancasila bagi ASN tidak cukup hanya saat diklat prajabatan, namun perlu diperkuat melalui kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan kebanggaan nilai Pancasila di dalam dirinya.
Banyaknya kasus korupsi, oknum ASN yang mendukung khilafah, penggunaan narkoba di kalangan ASN merupakan indikasi bahwa rasa nasionalisme dan kecintaan kepada negaranya sudah semakin berkurang, walaupun mereka digaji oleh negara. Sungguh sangat disayangkan. Untuk itu, marilah kita secara bersama-sama seluruh komponen bangsa untuk terus berupaya menggalang persatuan dan kesatuan. Mari kita rajut kembali persatuan bangsa yang berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara