Aparat keamanan melakukan pemeriksaan identitas terhadap penduduk yang datang ke Bali lewat Pelabuhan Benoa. (BP/dok)

Serbuan pendatang ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi sudah lama terjadi. Tak hanya ke Bali khususnya Denpasar dan Badung, juga kota-kota lainnya di Indonesia, seperti Jakarta. Walaupun bukan lagi hal baru, namun hingga kini tetap saja hal tersebut menjadi masalah. Bahkan semakin hari semakin kompleks.

Padahal kalau kita serius menangani dan mendata pendatang baru, maka urusannya takkan sesulit sekarang. Syaratnya, semua pihak mau bekerja sama menangani sesuai aturan yang ada. Tidak hanya mendata, memberikan sanksi juga harus dilakukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran.

Denpasar, Badung, dan Gianyar dengan wilayah yang tidak begitu luas, tentu tidak sulit untuk melakukan penertiban pendatang. Asalkan para pejabat dari tingkat paling bawah sampai dengan Satpol PP, mau melaksanakan aturan kependudukan.

Kini Bali juga sedang musimnya diserbu pendatang baru. Ini tak lepas kemajuan pariwisata yang membuka tumbuhnya lapangan kerja maupun sektor usaha kecil lainnya. Mall yang bertebaran dimana-mana praktis akan membuka peluang kerja yang banyak.

Baca juga:  Arus Balik Lebaran, Satpol PP Klungkung Awasi Duktang

Akibatnya jumlah penduduk Bali mengalami peningkatan yang signifikan. Bukan karena kelahiran, tetapi lebih disebabkan adanya migrasi dari luar daerah. Pertumbuhannya jauh di atas rata-rata nasional.

Peningkatan yang luar biasa ini semestinya jangan dianggap enteng apalagi dipandang sebelah mata. Sebab, akan banyak dampak ikutan yang akan terjadi bila hal tersebut dibiarkan atau tidak dikendalikan.

Seperti masalah lalu lintas. Kemacetan yang saat ini sudah parah akan makin parah. Kalau selama ini terjadi di beberapa titik, ke depan atau tak lebih dari lima tahun lagi kemacetan di Denpasar dan Badung akan terjadi di seluruh ruas jalan. Selain lalu lintas, alih fungsi lahan dan alih kepemilikan juga akan menjadi ancaman yang sangat besar.

Baca juga:  Upaya Menegakkan Nilai Kejujuran

Saat ini saja alih fungsi lahan dan kepemilikan sangat besar. Selain mengancam penyediaan pangan, alih fungsi lahan dan kepemilikan juga akan mengancam budaya Bali yang berbasis pertanian.

Selain kedua hal tersebut, kerawanan dalam Kamtibmas juga terancam. Sebab kepadatan penduduk akan menimbulkan kekumuhan. Kekumuhan identik juga dengan ”sarang” untuk persembunyian pelaku maksiat.

Kondisi inilah yang sekarang dihadapi Bali. Serbuan para migran ini perlu dicarikan jalan keluarnya. Pertama, memeratakan pembangunan di seluruh Bali. Sebab, Bali bukan hanya Badung dan Denpasar. Daerah Karangasem, Bangli, Tabanan dan Buleleng juga bagian dari Bali yang berhak ikut menikmati kemajuan Bali.

Baca juga:  Pisah-Sambut Kajati, Gubernur Koster Ajak Jaga Bali

Kedua, tugas para pejabat dari Gubernur sampai kepala desa untuk mengendalikan pendatang. Mengendalikan bukan berarti membatasi, tetapi memberlakukan aturan-aturan kependukan secara lebih ketat lagi. Sebab, selama ini penertiban penduduk yang masuk Bali sangatlah longgar.

Ketiga, menyadarkan para pendatang bahwa kewajiban mereka adalah ikut menjaga Bali baik menyangkut keamanan maupun budaya Bali. Sebab, kemajuan Bali yang dinikmati mereka saat ini tidak lepas dari faktor keamanan dan terjaganya budaya Bali secara baik.

Langkah ini tentu sangat penting untuk menyelamatkan Bali. Salah satunya yang harus dilakukan adalah mengendalikan penduduk, jangan sampai Bali kelebihan daya dukung. Apalagi mereka yang datang ke Bali tidak mempunyai kecakapan yang dibutuhkan tentu akan menjadikan Bali mengalami kerawanan sosial.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *