DENPASAR, BALIPOST.com – Rapat pembahasan ranperda tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan kembali digelar oleh Pansus di DPRD Bali, Senin (17/6). Kali ini melibatkan serikat pekerja, dinas tenaga kerja provinsi dan kabupaten/kota, Kabag Hukum se-Bali, serta DPRD yang membidangi ketenagakerjaan.
Ada banyak masukan yang diterima pansus terkait materi ranperda. Begitu juga soal kondisi ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
Perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja Buleleng misalnya, menemukan masih ada perusahaan yang melakukan mutasi secara semena-mena terhadap tenaga kerjanya. Umumnya karena perusahaan menilai tenaga kerja itu bermasalah.
Padahal dari pengamatan dinas, tenaga kerja tersebut hanya ingin menyampaikan aspirasi terkait kesejahteraan. Mutasi seperti ini utamanya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki banyak cabang.
Para pekerja pun otomatis “mati” secara pelan-pelan. Dalam arti, mundur dengan halus sehingga perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk memberikan pesangon dan lainnya.
Terkait kasus-kasus pengupahan, ada pula peserta rapat yang mengusulkan adanya sanksi diatur dalam ranperda. Kemudian perwakilan dari Serikat Pekerja Bali berharap agar keberadaan ranperda nantinya dapat mempersempit ruang abu-abu dalam ketenagakerjaan.
Salah satunya mengenai pekerja antar waktu. Ada perusahaan yang memberlakukan hal itu kepada tenaga kerja selama bertahun-tahun, padahal pekerjaannya bersifat terus menerus.
Selain itu, ranperda juga harus tajam pada praktek outsourcing yang sudah seperti human traficking. FSP Par SPSI Bali mengusulkan adanya redaksi dalam ranperda terkait perusahaan yang telah beroperasi di atas 4 tahun tidak diperkenankan mempekerjakan tenaga kerja dengan status perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak.
Setelah 4 tahun, wajib ada pekerja tetap sehingga tidak ada tenaga kerja yang menjadi pekerja kontrak seumur hidup. Selain itu, perusahaan yang baru berdiri diusulkan wajib memiliki tenaga kerja tetap minimal 50 persen dari total pekerja.
Mengingat saat ini, hampir semua perusahaan pariwisata khususnya perhotelan di Bali mempekerjakan tenaga kerja kontrak dengan alasan usaha baru ataupun efisiensi.
Ketua Pansus Ranperda Ketenagakerjaan, I Nyoman Parta mengatakan banyaknya masukan saat rapat menunjukkan ranperda ini memang strategis. Selain melibatkan banyak orang, juga berkaitan dengan persoalan status dan upah pekerja.
Di dalam rapat sudah ditawarkan mengenai sistem pengupahan untuk memberikan jawaban atas problematika upah minimum yang selalu menjadi perdebatan. “Ada yang upah minimumnya sudah kecil, tetap aja tidak dilaksanakan. Ada yang sudah sesungguhnya sangat sanggup memberikan upah diatas upah minimum, tetap dia berpatokan sama upah minimum,” jelasnya.
Pada intinya, lanjut Parta, bekerja harus mendapatkan kesejahteraan. Kualitas hidup layak ini akan dirumuskan dengan baik. Selain itu, kualitas hidup layak tidak boleh dibenturkan dengan UMP karena UMP untuk pekerjaan yang masih bersifat pemula atau masa tertentu.
“Tadi sudah banyak usulan, untuk masa kontrak harus ada batasan, 4 tahun maksimal. Tidak boleh lagi dia memperpanjang kontrak,” imbuh Politisi PDIP ini.
Parta tak menampik akan ada risiko PHK. Oleh karena itu, harus ada pengawasan yang ketat dan lembaga tripartit akan diaktifkan kembali setelah 10 tahun vakum. (Rindra Devita/balipost)