DENPASAR, BALIPOST.com – Perkara dugaan penipuan pengurusan perizinan pengembangan reklamasi kawasan Pelabuhan Teluk Benoa dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra, Senin (17/6) mulai diadili di PN Denpasar. Nama mantan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika dan anaknya Pasek Sandoz disebut dalam dakwaan JPU Raka Arimbawa.

Terdakwa Gung Alit Wiraputra, yang Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali itu didampingi tiga kuasa hukumnya, yakni Ali Sadikin dkk. Saat duduk di kursi pesakitan, terdakwa nampak tenang.

Alit Wiraputra yang mendapatkan support dari keluarganya mengenakan pakaian adat udeng putih, baju putih, saput putih dan kamben gelap. Sementara dihadapan majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya Dewi, JPU Raka Arimbawa menjelaskan peristiwa itu bermula pada November 2011.

Awalnya pengusaha Sutrisno Lukito Disastro bersama rekannya Abdul Satar ingin berinvestasi di proyek reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa. Yakni di sana akan terbangun dermaga dan tempat bersandarnya kapal terminal penumpang internasional, domestik, marina center, depo minyak, pusat listrik dan usaha besar lainya.

Sutrisno Lukito kemudian menghubungi Candra Wijaya untuk mencari orang yang bisa mengurus izin reklamasi tersebut. Candra kemudian menghubungi Made Jayantara, dan menanyakan apakah bisa mencarikan orang untuk mengurus izin pengembangan Pelabuhan Benoa.

Baca juga:  Bandara Ngurah Rai Kembali Buka

Jayantara kemudian menghubungi terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra, yang saat itu menjabat Wakil Ketua Kadin Bali, untuk bisa bertemu dengan investor Sutrisno Lukito. Selain itu juga diharapkan bisa membantu mengurus izin dan juga bertemu Gubernur Bali, yang saat itu dijabat Made Mangku Pastika.

Atas permintaan Jayantara, Agung Alit Wiraputra, kata jaksa mengatakan, “saya bisa bli, karena saya anak angkat dari Gubernur Bali dan saya dekat dengan dengan Gubernur Bali. Bahkan anaknya yang bernama Sandoz saja dititipkan pada saya,” kata jaksa Raka Arimbawa mengutip pernyataan Alit menyanggupi permintaan Jayantara, untuk membantu Sutrisno Lukito.

Dan Jayantara, kata jaksa, bertanya apakah Alit Wiraputra sanggup mempertemukan Sutrisno Lukito dengan Gubernur Bali, dan terdakwa mengatakan sanggup. Untuk mematangkan rencana reklamasi Pelabuhan Benoa, Jayantara kemudian mempertemukan Agung Alit Wiraputra dengan Candra Wijaya utusan Sutrisno dan Putu Pasek Sandoz Prawirotama (anak gubernur saat itu).

Tujuan pertemuan itu untuk membagi tugas Jayantara, Candra Wijaya, Gung Alit Wiraputra dan Sandoz, untuk mengurus izin pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa. Karena saat itu investasi disebut investor hingga Rp 3 triliun, kata jaksa, kembali terdakwa Gung Alit Wiraputra menyangupi Sutrisno, bahwa dia sanggup mempertemukan dengan Gubernur Bali, karena dia sudah dianggap anak angkat.

Baca juga:  Kembali, Bali Nihil Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Segala perizinan disanggupi dalam waktu yang cepat pula. Selain itu, kata jaksa dalam dakwaanya, terdakwa Gung Alit juga mengaku bisa melobi anggota DPRD, tokoh masyarakat, bisa memanggil kepala dinas yang terkait di Pemprov Bali.

Untuk memuluskan, kata jaksa, terdakwa minta dana Rp 30 miliar, untuk diberikan ke instansi terkait perizinan. Terdakwa Gung Alit minta dana operasional di awal Rp 6 miliar dan sisanya Rp 24 miliar bisa dibayar bertahap sesuai dengan perjanjian.

Atas dasar itu, Sutrisno percaya saja.
Dan Gung Alit selaku utusan Sutrisno Lukito mulai mengajukan permohonan izin, dengan nama perusahaan PT Bangun Segitiga Mas dengan direktur Candra Wijaya.

Pada Juni 2013, terbit surat Bappeda Pemprov Bali No. 650/1692/ bappeda perihal paparan feasibility study PT Bangun Segitiga Mas, untuk dipakai mengurus izin prinsip. Dan itu dapat dipenuhi sepanjang memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mendapat persetujuan atau rekomendaai DPRD Bali.

Baca juga:  Endek Bali Mendunia di Masa Pandemi Covid-19

Namun, kata jaksa dalam dakwaanya, surat itu bukanlah surat rekomendasi dari Gubernur Bali seperti yang diinginkan Sutrisno. Melainkan, surat itu sebagai syarat kelengkapan untuk mengajukan permohonan rekomendasi dari Gubernur Bali.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan dan saling pengertian, Sutrisno kembali menyerahkan uang secar bertahap hingga Rp 16.010.000.000. Namun kata jaksa, terdakwa Gung Alit Wiraputra tidak pernah menindaklanjuti pengurusan surat izin rekomendasi pengembangan kawasan pelabuhan Benoa.

Surat rekomendasi itu tidak pernah diterbitkan Gubernur Bali pada PT Bangun Segitiga Mas. Padahal perjanjiannya enam bulan.

Namun hingga tujuh tahun rekomendasi itu tidak pernah diterbitkan gubernur Bali.
Sementara dana yang sudah diterima dibagi. Ke Putu Pasek Sandoz sebesar Rp 7,5 miliar, Candra Wijaya Rp 4,6 miliar dan Jayantara Rp 1,1 miliar.

Dalam dakwaan jaksa disebut, karena terdakwa tidak dapat mengurus izin dan rekomendasi, Sutrisno menuntut supaya Gung Alit mengembalikan uang Rp 16.010.000.000. “Namun Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra tidak mau mengembalikan, dan Sutrisno mengalami kerugian Rp 16.010.000.000,” tandas JPU Raka Arimbawa. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *