Sering dibandingkan bahwa Indonesia itu masih belum ada apa-apanya dibandingkan dengan Majapahit atau Sriwijaya. Jika dicari dengan bandingan umur negara, memang seperti itulah keadaannya. Majapahit dan Sriwijaya merupakan dua kerajaan Nusantara yang berumur lebih dari dua abad. Indonesia baru menjelang 74 tahun.
Jadi masih jauhlah dibandingkan dengan dua kerajaan besar dan hebat itu. Tetapi kita jelas tidak ingin menyia-nyiakan Indonesia yang telah berumur 74 tahun itu. Apabila mampu mempertahankan stabilitas internal, ini merupakan sebuah prestasi tersendiri yang akan dapat menjadi dasar untuk mengejar dan melebihi prestasi dari dua kerajaan tersebut.
Beberapa kajian menyebutkan bahwa tidak hanya Majapahit dan Sriwijaya, juga kerajaan-kerajaan lain yang tumbuh di Jawa, redup, hancur dan kemudian hilang karena pertentangan elit politiknya. Adanya intrik anta relit, nafsu kuasa yang tidak memerhatikan kepentingan kerajaan membuat kerajaan ini hancur, dan pasti dimulai dari perang saudara. Bahkan Bali pun mempunyai sejarah seperti itu.
Dengan demikian, sesungguhnya Republik Indonesia saat ini kerajaan-kerajaan tersebut. Inilah yang mesti dipakai sebagai sebuah pembelajaran agar Indonesia sekarang tetap utuh menjadi sebuah negara. Pelajaran lain juga sangat kentara.
Di Timur Tengah, penonjolan nilai-nilai pribadi dan pertentangan pendapat pemimpin, membuat sebagian negara di kawasan tersebut hancur dan tidak dapat mempertahankaan keutuhannya. Belajar banyak dari sejarah dan perbandingan dengan negara dan kawasan lain, menjadi tugas utama setiap insan yang ada di Indonesia.
Sesungguhnya kita sudah mempunyai modal besar untuk mempertahankan kesatuan tersebut, yaitu Pancasila. Ini telah menjadi pembelajaran yang baik. Hanya saja tanggung-jawab generasi sekarang adalah tidak mempolitisi Pancasila.
Politisi yang dimaksudkan ini adalah demi kepentingan kelompok atau individu semata. Mengatakan mengkritik pemerintah sebagai anti Pancasila, jelaslah hal yang dibuat-buat. Di luar Pancasila, kita mempunyai fakta lain yang mengharuskan kita mampu memersatukan diri, yaitu keragaman sumber-daya yang kita miliki.
Tidak semua wilayah di Indonesia mempunyai sumber alam, tetapi tidak semua wilayah Indonesia juga mempunyai sumber manusia yang merata. Saling ketergantungan menjadi jawaban terhadap fenomena ini, dank arena itu kita harus saling bahu-membahu.
Dari titik ini kita sadar bagaimana gotong-royong sebagai filosofi sosial haruslah tetap dipertahankan. Semuanya bertujuan untuk menjaga stabilitas Indonesia. Mengacu pada kondisi politik akhir-akhir ini, kita melihat kembang-kempis masalahnya.
Namun upaya-upaya penyelesaian terhadap masalah ini sudah terlihat dilakukan dengan baik. Katakanlah konflik antara kelompok-kelompok calon presiden. Kita melihat ada tanda-tanda untuk menjaga stabilitas. Misalnya dengan mengajukan berbagai gugatan kecurangan itu menuju Mahkamah Konstitusi.
Ini merupakan sinyal politik yang bagus untuk menghindari adanya perpecahan nasional. Sebab, bagaimanapun pencalonan presiden ini mempunyai lingkup nasional. Prosesnya itu kita lihat secara langsung di televisi, oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kita juga melihat hal yang sama di partai politik. Dua partai politik besar di Indonesia, yaitu PDI Perjuangan dan Partai Demokrat telah mulai menyusun strategi untuk meregenerasi pemimpin puncak partainya.
Cara-cara yang mereka lakukan kelihatan hati-hati dan telah mulai jauh-jauh hari. Tentu tujuannya adalah agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan internal. Perpecahan seperti ini pasti akan ikut menyeret keguncangan politik secara nasional karena partai lingkupnya nasional.