Sistem zonasi yang kini diributkan para orangtua mestinya dievaluasi. Harapan ini saya dengar disuarakan oleh banyak pihak, khususnya para orangtua. Untuk itu, ke depannya sistem ini mesti dikaji ulang.
Selama ini setiap tahun ajaran baru urusan anak masuk sekolah menjadi ribet. Padahal dulu, ketika saya masuk sekolah menengah urusannya sangat simpel. Tinggal mendaftar di sekolah. Anak-anak tinggal menunggu pengumuman di sekolah bersangkutan.
Kini, ketika dunia makin maju dan teknologi makin canggih, para orangtua malah jadi ikut susah. Bahkan ada orangtua yang rela mendatangi sekolah pukul 04.00 dinihari hanya untuk mendaftarkan token pendaftaran.
Jika memungkinkan, ke depan mestinya sekolah diberikan hak untuk mengadakan seleksi penerimaan siswa baru secara otonom. Jadi anak-anak biarkan bersaing sesuai tes yang distandarkan penerimaannya oleh Disdik. Jadi, walaupun dilakukan secara mandiri oleh sekolah, namun soalnya distandarkan pemerintah lewat dinas terkait.
Usulan ini juga akan membuat banyak pihak memperhatikan potensi diri sebelum memilih sekolah. Yang jelas sistem zonasi yang diharapkan memeratakan kualitas pendidikan tidak membuat masyarakat merasa terlayani dalam mengurus anak-anaknya mendapatkan sekolah.
Hal lain yang perlu dipertanyakan adalah kuota anak-anak yang bisa diterima oleh sekolah swasta. Nanti jika banyak anak-anak tidak diterima di sekolah nenegri, maka pilihannya adalah swasta.
Ini juga perlu diatur agar sekolah swasta tak aji mumpung. Harus dicek juga fasilitas pembelajarannya, jumlah guru dan kualitas tenaga pengajarnya, sehingga anak-anak yang bersekolah di swasta juga mendapatkan kepastian terkait mutu pendidikan. Mudah-mudahan negeri ini lebih cepat bisa memiliki sistem yang lebih baku dalam penerimaan siswa baru.
Ni Wayan Purnami
Gianyar-Bali