Adi Wiryatama. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – DPRD Bali belakangan kembali menjadi bulan-bulanan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI). Aksi demo ForBALI yang biasanya dipusatkan di depan kantor gubernur, kini beralih ke depan gedung dewan.

Gerah terus didemo, Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama akhirnya memberikan pernyataan dalam Rapat Paripurna di Ruang Sidang Utama DPRD Bali, Rabu (26/6). Wiryatama menyatakan bila sikap DPRD Bali sudah final dan tegas.

Yakni mendukung pernyataan Gubernur Bali terpilih, Wayan Koster pada 24 Agustus 2018 lalu yang menegaskan bahwa reklamasi Teluk Benoa tidak bisa dilaksanakan. “Kami sudah hadir juga disana, dan kami sudah susun dengan dukungan tertulis kepada bapak gubernur terpilih yang intinya reklamasi Teluk Benoa tidak bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Wiryatama pun langsung beralih membicarakan kegiatan reklamasi pengembangan pelabuhan Benoa yang sedang dilaksanakan oleh PT. Pelindo. Menurutnya, Komisi I dan Komisi III DPRD Bali sudah diperintahkan untuk segera melaksanakan pengecekan ke lokasi kegiatan yang dimaksud.

Baca juga:  Tak Adil, Pengenaan Pajak Tinggi di Tengah Pulihnya Pariwisata

Tujuannya agar PT. Pelindo tidak kebablasan dan sampai merusak lingkungan. Kendati pihaknya menyadari, kegiatan tersebut merupakan kewenangan kementrian di pusat. “Masalah adanya reklamasi Pelindo, yang kasat mata kami lihat secara sporadis yang mungkin luput dari pandangan teman-teman yang kritis,” sindirnya.

Wiryatama menghormati kelompok-kelompok masyarakat yang datang ke DPRD Bali untuk menyampaikan aspirasinya. Mantan Bupati Tabanan dua periode ini juga memohon maaf kalau ada yang tidak diterima oleh dewan, atau belum bisa diterima baik yang datang saat hari libur maupun hari kerja. “Celebingkah beten biu, belahan pane belahan paso. Gumi linggah ajak liu, ade kene ade keto. Akhirnya sidang kami tutup dengan Parama Santi,” tutupnya.

Baca juga:  Operasi Prokes Sasar Pelosok Permukiman

Aksi demo teranyar ForBALI dilaksanakan, Minggu (23/6). Saat itu, demo diisi dengan teatrikal Bangke Maong.

Ada pula spanduk bertuliskan “Turut Berduka Cita Atas Matinya Perwakilan Suara Rakyat” dilengkapi dengan karangan bunga duka cita. Sebelumnya, ForBALI pernah menggembok pintu gerbang DPRD Bali secara simbolis.

Kemudian, memasang spanduk dengan karakter Sangut yang dalam pewayangan Bali dikenal sebagai karakter oportunis dan mau menyelamatkan dirinya sendiri.

Koordinator ForBALI, Wayan ‘Gendo’ Suardana mengatakan, bangke maong menggambarkan DPRD Bali secara kelembagaan yang telah mati rasa terhadap aspirasi rakyat. Padahal, para wakil rakyat tersebut digaji puluhan juta rupiah setiap bulannya.

Namun, justru tidak mewakili suara rakyat. “Mereka hanya mewakili rakyat untuk hidup nyaman dengan berbagai fasilitas  dan berkedok pada perjuangan rakyat perihal menolak reklamasi Teluk Benoa namun mereka tidak punya nyali untuk melakukan tindakan nyata, mereka ibarat bangke maong, bangkai yang tidak berguna”, tegasnya.

Baca juga:  Jokowi Ajak Umat Hindu "Mulat Sarira," Wujudkan Keharmonisan dan Kedamaian

Gendo mencontohkan saat Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa, Ketua DPRD Bali memang ikut menolak. Tapi tidak pernah melakukan tindakan yang serius secara kelembagaan.

Begitu juga tidak pernah mengambil mekanisme politik sebagaimana fungsinya sebagai wakil rakyat. Padahal, ForBALI berharap dewan segera menggelar rapat paripurna dan memutuskan menolak reklamasi Teluk Benoa.

Kemudian segera bersurat kepada Presiden RI Joko Widodo untuk meminta pembatalan Perpres No.51 Tahun 2014, serta meminta Presiden untuk mengembalikan kawasan perairan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *