Gubernur Bali, Wayan Koster (tengah) saat Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam sebuah pertemuan “langka” pada Selasa (25/6), Gubernur Bali Wayan Koster beserta para Bupati dan Wali Kota se-Bali berhasil mencapai kesepakatan penting untuk mengelola Bali sebagai Satu-kesatuan Wilayah: Satu Pulau, Satu Pola dan Satu Tata Kelola. Pengelolaan ini berlandaskan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Bertajuk “Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali,” pertemuan di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali ini terbilang “langka” karena sangat jarang seorang gubernur bisa mengumpulkan seluruh bupati atau wali kota di daerahnya. Terlebih lagi sesudah diberlakukannya otonomi daerah di kabupaten dan kota, kerap terjadi bupati dan wali kota jalan sendiri-sendiri dalam kebijakannya.

Keberhasilan lelaki yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu dalam mengumpulkan para bupati dan wali kota menunjukkan bahwa 10 bulan setelah pelantikannya, Koster telah berhasil mengonsolidasikan dukungan dari semua kepala daerah se-Bali, termasuk dari kepala daerah yang bukan berasal dari PDI Perjuangan. Bahkan, para kepala daerah, termasuk Bupati Badung Nyoman Giri Prasta, Bupati Buleleng Agus Suradnyana, Bupati Gianyar Agus Mahayastra, Bupati Bangli I Made Gianyar, Bupati Karangasem Mas Sumatri, Bupati Jembrana I Putu Artha dan Wakil Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara tekun mengikuti rakor yang berlangsung selama hampir lima jam dan secara aktif memberikan masukan-masukan berharga. Hadir pula Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Ketua DPRD Bali Adi Wiryatama dan Sekda Bali Dewa Made Indra.

Baca juga:  Warga Keluhkan Kabel Telkom Melintang di Pura Sakenan

Di awal rapat, Koster menegaskan bahwa spirit kebersamaan dan gotong royong harus menjadi pegangan para kepala daerah dalam menata dan mengelola Bali. Egoisme sektoral serta egoisme kewilayahan harus dihilangkan karena akan menghalangi kemampuan para pemimpin Bali dalam melayani seluruh masyarakat Bali. “Ini kau yang punya (kewenangan), ini aku yang punya. Bukan begitu spiritnya. Hilangkan cara-cara seperti itu. Kita harus bangun spirit bersama. Jadi, meskipun misalnya kewenangan itu ada di provinsi, atau di kabupaten, selama kewenangan itu bisa dilakukan untuk melayani krama Bali mari kita lakukan bersama, saling tolong dan gotong royong,” tegasnya.

Selain spirit kebersamaan dan gotong royong, pelaksanaan pembangunan di Bali, menurut Koster, juga harus mengedepankan penerapan kepemimpinan kultural, menjunjung etika dan tata krama penyelenggaraan pemerintahan, serta mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal: sagilik saguluk, parasparos, salunglung sabayantaka, sarpanaya. “Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan Bali sebagai implementasi Pola Pembangunan Semesta Berencana harus juga diselenggarakan dengan mengedepankan pendekatan satu-kesatuan wilayah,” tegasnya.

Pendekatan satu-kesatuan wilayah ini sangat penting karena sebagai sebuah pulau kecil, Bali menghadapi banyak masalah yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah geografis. Pendekatan yang parsial, sektoral dan dibatasi wilayah geografis akan gagal menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Baca juga:  Tahun Politik Tak Hambat Ranperda Desa Adat Diketok Palu

Dengan runut Koster kemudian memaparkan 17 isu strategis yang sedang dihadapi Pulau Bali dan krama Bali. Seluruh isu strategis itu nyata-nyata tidak bisa diselesaikan oleh satu kabupaten atau satu kota semata. Dibutuhkan pengelolaan dan penataan bersifat ‘’semesta’’ yang hanya bisa dilakukan di tingkat provinsi.

Isu-isu strategis itu di antaranya semakin maraknya toko modern berjaringan; menurunnya daya saing SDM Bali; penyediaan air bersih dan energi ramah lingkungan; kemacetan lalu lintas di Kuta, Denpasar dan Ubud; pengelolaan sampah serta makin meningkatnya kerusakan lingkungan; ketimpangan pembangunan antarwilayah; meningkatnya konversi fungsi dan kepemilikan lahan; adanya kecenderungan orang asing menikah dengan orang Bali sebagi modus untuk melakukan praktik usaha yang tidak sehat serta merugikan Bali; meningkatnya ancaman bagi krama Bali karena menguatnya politik identitas. “Lalu ada pula maraknya vila atau tempat tinggal yang digunakan sebagai akomodasi pariwisata illegal, sehingga mengurangi pendapatan daerah dari Pajak Hotel dan Restoran (PHR). Jumlah wisatawan yang datang ke Bali tidak sesuai dengan jumlah PHR yang kita peroleh. Ini Badung yang paling mengalami dan kita harus pikirkan cara untuk mengatasinya,” papar Koster.

Guna mengurai dan menyelesaikan isu-isu strategis itu, Koster telah menetapkan lima bidang prioritas pembangunan Bali. Bidang 1 mencakup pangan, sandang, papan; Bidang 2 kesehatan dan pendidikan; Bidang 3 jaminan sosial dan ketenagakerjaan; Bidang 4 adat, agama, tradisi, seni dan budaya; Bidang 5 pariwisata.

Baca juga:  Warga Antosari Pasang Spanduk, Minta Kejelasan Lahan Terkena Proyek Tol Gilimanuk-Mengwi

Kelima bidang prioritas pembangunan ini telah didukung dengan sejumlah  legislasi dengan ditetapkannya empat peraturan daerah (perda) dan tujuh peraturan gubernur (pergub). “Sejumlah peraturan dan Ranperda seperti Pemajuan kebudayaan Bali, Standar Pelayanan Kepariwisataan, Wajib Belajar 12 Tahun dan Standar Pelayanan Jaminan Sosial Krama Bali Sejahtera sedang dalam proses dan akan segera ditetapkan. Pemerintah kabupaten/kota se-Bali saya minta agar menyosialisasikan dan melaksanakan perda provinsi dan pergub yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

“Dari setiap bidang itu kita sudah susun dan siapkan program-program nyata, termasuk program-program unggulan integrasi, yang melibatkan semua kabupaten dan kota, serta program-program khusus, yang disesuaikan dengan potensi, kebutuhan, dan kemampuan masing-masing kabupaten dan kota. Program-program inilah yang akan menunjukkan spirit kebersamaan dan gotong royong kita dalam menata, membangun dan mengelola Bali sebagai Satu-kesatuan Wilayah,” tegasnya.

Usai paparan dari Koster, para kepala daerah secara bergiliran memaparkan program strategis dan isu-isu penting di daerahnya masing-masing. Mereka juga menyampaikan kesiapannya untuk melakukan integrasi dan sinkronisasi dengan program-program strategis yang disiapkan Koster.

Tampak jelas bahwa para kepala daerah telah seiring-sejalan dengan Koster dalam melihat Bali sebagai satu-kesatuan wilayah yang membutuhkan pembangunan  yang holistik, integratif, sinergis, mengandung dimensi sekala dan niskala, serta tentunya pembangunan yang berpihak pada kepentingan Bali. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *