DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 24 seniman dari luar dan dalam pulau Bali akan memural tembok Kota Denpasar. Kegiatan ini dirangkum dalam Festival Bali Yang Binal (BYB) ke-8 oleh Komunitas Pojok dan Komunitas Seni di Denpasar.

Koordinator BYB Rai saat press conference pada Jumat (28/6) di Denpasar menjelaskan, Bali Yang Binal (BYB) adalah sebuah festival seni yang lahir dari sebuah kritik pada Bali Biennale di medio 2005. BYB adalah parodi dari Bali Biennale. Festival BYB dilaksanakan setiap dua tahun sekali.

Sebelum perhelatan BYB, telah dilaksanakan acara Sawer Nite pada April 2019. Sawer Nite adalah sebuah proses penggalangan dana secara swadaya.

Baca juga:  Penormalan Selesai, Listrik di Bali Nyala Kembali

Setelah itu dilaksanakan acara pra BYB, pemantapan materi bagi para seniman, pembukaan sekaligus technical meeting, jamming mural dan kolaborasi seni serta acara malam seni sebagai penutup. Selain itu sebelumnya juga telah dilakukan pameran baliho sepanjang Jalan Desa Celukan Bawang mulai 28 Juni sampai 7 Juli.

Nantinya baliho ini akan dibawa lagi ke Denpasar untuk dipamerkan pada saat pesta penutupan. Selain pameran baliho, Komunitas Pojok juga akan mengadakan mural jamming di daerah terdampak PLTU pada tanggal 6 – 7 Juli. “Undangan terbuka diberlakukan untuk mural jamming,” kata Rai.

Selanjutnya pesta penutupan BYB ke-8 akan digelar di Taman Kota Lumintang pada 14 Juli. Pada edisi kali ini BYB mengangkat tema Energi Esok Hari.

Baca juga:  Denpasar Tidak Ada Penambahan Kasus Positif COVID -19 Baru

Tema ini dipilih sebagai intisari dari semua permasalahan yang sedang atau berpotensi menjadi masalah di masa depan. Rai menjelaskan tema ini diambil atas keprihatinan para seniman dengan kondisi alam Bali.

Bali mempunyai potensi investasi tinggi yang selalu menjadi obyek menggiurkan untuk dieksploitasi karena peran pentingnya dalam industri pariwisata. Banyak kebutuhan yang kemudian diadakan atas nama menjaga Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia.

“Namun yang kemudian kami sayangkan dan butuh dikritik adalah keputusan-keputusan instan yang dipilih pemangku kebijakan dan investor dalam menentukan arah pembangunan pariwisata,” ujarnya.

Baca juga:  Muncul Klaster COVID-19 Baru di Denpasar, Salah Satu Pasien Terjangkit Meninggal

Keinginan pemerintah dan investor untuk membangun sarana-sarana penunjang pariwisata, seperti rencana reklamasi Teluk Benoa, rencana pembangunan tol lintas utara, rencana pembangunan bandara baru di Bali utara dan lain sebagainya tentu membutuhkan energi yang besar. Kebutuhan energi ini hendak dijawab dengan cepat oleh para pemangku kebijakan dengan membangun sebuah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) batubara baru di Celukan Bawang, Buleleng. “Sebuah langkah yang tergesa – gesa dan bagi kami keliru, karena Bali mempunyai potensi energi serta waktu yang cukup untuk beralih pada penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan,” cetusnya. (citta maya/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *