Industri 4.0 kini terus bergulir. Ini merupakan generasi ke empat dari revolusi industri yang terjadi sebelumnya. Revolusi industri 4.0 ini akan memunculkan perubahan paradigma yang sangat besar. Bahkan sering disebut radikal. Sebab perubahan sangat cepat memerlukan SDM yang juga mampu beradaptasi secara cepat pula.
Dalam kaitan itu, Bali sejak 2017 medengungkan ‘’Bali Restart’’. Langkah ini dimulai dari dunia pendidikan. Selama ini, banyak komponen masyarakat yang tak pernah menghiraukan nasib SDM Bali yang juga generasi emas Bali 2045.
Sebab, betapapun hebatnya kebijakan tanpa digerakkan oleh SDM yang unggul tetap saja takkan menghasilkan keluaran yang maksimal. Makanya momentum Bali untuk melakukan restart pada dasarnya membicarakan nasib anak muda alias SDM Bali ke depan. Mereka ini harus menjadi fokus garapan semua komponen.
Demikian pula dalam menyongsong industri 4.0, SDM Bali saat ini harus sudah go digital, bukan lagi menuju atau mempersiapkan diri menuju digital. Sebab, saat ini segala aspek kehidupan akan serba digital. Makanya SDM Bali kini dan akan datang sudah harus mampu menjalani kehidupan serba-digital. Inilah yang mencirikan karakter SDM Bali zaman now.
Apalagi Bali menjadi pusat kegiatan internasioanl. Maka sudah sewajarnya dan seharusnya Bali terlibat dalam kegiatan tersebut. Jangan sampai Bali sekadar mendapat nama, sementara hasil-hasilnya dinikmati orang luar. Ini tentu sangat disayangkan. Ini sebuah tantangan besar bagi kita semua untuk peduli dengan nasib Bali.
Tantangan yang kita hadapi saat ini adalah persaingan yang demikian ketat. Tak hanya sesama warga bangsa. Juga dengan SDM internasional. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah awal dari keterbukaan yang memberikan ruang yang lebih luas kepada pekerja asing yang mempunyai kualifikasi tertentu. Kini keluar Perpres tentang tenaga kerja asing. Kebijakan Presiden ini dinilai akan semakin memperketat persaingan ketenagakerjaan di dalam negeri. Sekaligus berpotensi menyisihkan tenaga kerja yang punya kemampuan pas-pasan. Terlebih lagi banyak investasi yang membawa serta pekerjanya ke Indonesai. Tentu hal ini kabar buruk bagi pekerja yang belum memiliki skill dan kompetensi yang memadai.
Bali ibarat gulanya Indonesia akan diserbu oleh tenaga kerja asing. Mereka mempelajari bahasa dan budaya kita. Padahal sebenarnya mereka mulai melirik pasar kita dengan pendekatan sosiologis sebelum memasukkan produk dan jasanya. Oleh karenanya, SDM Bali harus jengah. Jangan sampai kalah bersaing. Adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk terus meningkatkan SDM Bali lewat pendidikan, utamanya di sektor pariwisata.
Sebab sektor pariwisata saat ini masih menjadi andalan penerimaan negara. Pariwisata harus tetap survive dan meningkat. Untuk itu pemerintah harus membantu pengembangan lembaga vokasi, khususnya bidang pariwisata. Penting juga bagi pemerintah untuk memelihara budaya, sebagai ikon pariwisata.
Sebab masyarakat Bali kini babak belur menghadapi persaingan di tengah pariwisata budaya. Mereka bertahan untuk menjadikan Bali tetap menjadi daya tarik. Lingkungan mereka jaga. Budaya juga tetap menjadi warna keseharian mereka.
Namun sayang, mereka hanya ditonton. Mereka hanya dikagumi. Namun tidak memberi manfaat yang setimpal terhadap jerih payahnya sebagai pengusung budaya. Semestinya pemerintah hadir menanggulangi secara totalitas beban pelestarian, dengan melakukan perhitungan yang lebih memihak pada masyarakat Bali terkait hasil dari pariwisata, termasuk ikutannya.
Inilah tantangan generasi emas Bali. Mereka harus cerdas menyikapi situasi dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan Bali.
Memang sangat tepat SDM BALI Harus semua berpendidikan tinggi dan frofessional klau tidak SDM BALI akan jdi penonton dan dipojok saja untuk itu harus jengah dan bangkit bersatu maju dan jangan bertengkar sesama umat bali… contoh: Bpk Dr Gusti Arya Weda Karna ms3