DENPASAR, BALIPOST.com – Janger Klasik Desa Peliatan, Ubud, Gianyar sudah ada sejak tahun 1940-an. Namun, saat ini pementasan tarian klasik ini sulit dijumpai. Bahkan, keberadaannya jarang diketahui, terutama generasi muda milenial.
Atas alasan itu, Sanggar Balerung Sari Nertya Wadirta, Desa Peliatan, Ubud, Gianyar merekonstruksi seni tari klasik tersebut. Melibatkan sebanyak 24 orang penari muda (12 cowok dan 12 cewek) pun sukses mendulang apresiasi penuh dari penonton yang menyusuri klasiknya Janger Peliatan era 40-an pada PKB ke-41 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Minggu (30/6) malam.
Saking antusiasnya, tampak sebagian penikmat Janger Peliatan ini tidak mendapatkan tempat duduk untuk mendengarkan dan meihat lantunan gending dan tabuh khas Janger Peliatan yang sangat serasi dan apik. Mereka rela berlama-lama berdiri. Hal ini membuktikan bahwa Janger Peliatan masih digandrungi masyarakat.
Nyatanya, untuk menghasilkan garapan yang serasi tersebut, Janger Peliatan harus melalui proses rekonstruksi sebelum ditampilkan dalam Parade Janger di PKB ke-41. Bahkan, sebelum merekonstruksinya dilakukan tiset terlebih dahulu. “Mulanya kami riset terlebih dahulu untuk merekonstruksi janger klasik yang pernah ada di Peliatan sekitar 40 sampai 50-an ini,” ujar A.A Gde Oka Dalem selaku koordinator Sanggar disela-sela pementasan.
Diakuinya, untuk mengembalikan keaslian gending janger Peliatan, Pihaknya bersama tim menelusuri sumber-sumber dari Balai Desa Peliatan. Tiga bulan sebelum tampil, pencarian keaslian gending janger terus diupayakan.
Setelah dirasa rampung, waktu latihan yang bersamaan dengan proses rekonstruksi membuat para penari turut mempelajari kesenian janger klasik yang keberadaannya perlu dilestarikan. Alhasil, Janger Klasik Peliatan yang ditampilkan oleh Sanggar Balerung Sari Nertya Wadirta ini pun sukses mendulang apresiasi penuh dari penonton yang ingin menyusuri klasiknya Janger Peliatan era 40-an.
Janger melampahan khas Peliatan ini mengalir dengan kisah bertajuk “Arjuna Tapa” yang mengisyaratkan sebuah pesan bahwa kesabaran adalah kunci dalam meraih keberhasilan. Gending-gendingnya jauh dari kata modern, pola geraknya masih kental dengan tradisi gaya Peliatan. “Mereka semua adalah anak-anak muda, untuk menanamkan pakem, keseragaman, dan penjiwaan janger klasik itu perlu proses yang lama,” tandas Gung Oka.
Setelah merkonstruksi Janger Klasik Peliatan, Gung Oka dan rekan-rekan Peliatan berharap bahwa masyarakat lebih mencintai Janger Klasik Peliatan, dan Janger-Janger Klasik lainnya yang ada di Bali. (Winatha/balipost)