DENPASAR, BALIPOST.com – Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tinggal hitungan hari, usai. Ditutup pada Sabtu (13/7). Berbagai materi sudah disajikan para seniman.
Tokoh seni yang Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua Prof. Dr. I Wayan Rai S, M.A. sempat mengamati sepintas pelaksanaan PKB yang bertema ‘’Bayu Pramana: Memuliakan Energi Angin’’ ini. Ditemui belum lama ini di Taman Budaya, Art Center, mantan Rektor ISI Denpasar ini menyampaikan, PKB masih tetap memiliki magnet yang kuat. Pengunjung selalu ramai. Ada peningkatan kualitas PKB dari tahun ke tahun.
Membanggakan, anak-anak banyak yang terlibat dalam hajatan seni tersebut. Ini ajang strategis untuk mendekatkan anak-anak pada dunia seni sejak dini. Dengan demikian, kesenian Bali akan selalu lestari.
Memang, PKB salah satu ajang untuk melestarikan kesenian warisan budaya leluhur, di samping untuk mengembangkan kesenian. Dikatakannya, budaya Bali merupakan identitas masyarakat Pulau Dewata.
Identitas atau kearifan lokal tersebut merupakan salah satu kebanggaan. Melalui PKB, identitas itu digali, dilestarikan dan dikembangkan. Upaya itu telah dilakukan sejak awal PKB digelar, 41 tahun lalu. Hasilnya, berbagai kesenian, mulai yang hampir punah, hingga kesenian yang sudah dikembangkan dapat kita saksikan dalam PKB.
Melalui PKB dengan tema payungnya yang berbeda setiap tahunnya, mendorong para seniman terus berkreasi. Seperti pada PKB ke-41 yang bertema ‘’Bayu Pramana: Memuliakan Energi Angin’’, seniman didorong mengimplementasikan tema itu ke dalam garapan.
Hasilnya, banyak garapan sudah sesuai dengan tema PKB. Bahkan ISBI Tanah Papua juga berupaya menerjemahkan tema tersebut dalam garapannya berjudul ‘’Isosolo’’ pada pawai PKB. Garapan tersebut dikolaborasikan dengan fashion show berbasis ekologi Papua.
Pihaknya menginterpretasikan tema PKB ‘’Bayu Pramana’’ sesuai kearifan lokal Papua. Dalam kearifan lokal Papua, angin adalah sebuah kekuatan alam untuk hidup dan kehidupan.
Garapan ‘’Isosolo’’ terinspirasi dari sebuah tradisi di Sentani. Masyarakat setempat menggunakan kekuatan angin untuk membawa makanan atau kayu dari satu kampung ke kampung lain pada saat ada upacara adat. Masyarakat Papua percaya bahwa angin itu akan membawa mereka ke tempat tujuan, sehingga angin betul-betul dimuliakan. (Subrata/balipost)