Mengunjungi arena Pesta Kesenian Bali (PKB), maaf, seperti tunanetra meraba seekor gajah. Yang seorang meraba kakinya maka dia berkesimpulan bahwa rupa gajah itu seperti pohon pisang. Yang lain meraba telinganya maka dia katakan rupa gajah itu seperti daun pohon pisang.
Berkaitan dengan perumpamaan itu, seperti orang mengunjungi Art Center pada PKB seperti saat ini. Art Center ada dua pintu untuk datang ke sana. Dari arah timur (pintu gerbang utama) dan dari barat (bukan pintu utama). Jika pengunjung dari arah barat maka dia mengatakan PKB seperti pedagang pasar loak. Bahkan mereka mungkin mengatakan PKB seperti tak ubahnya seperti pasar senggol di Kreneng.
Jika pengunjung masuk dari pintu gerbang utama maka penilaiannya lain. Mereka akan disuguhi stan-stan yang memamerkan barang-barang kerajinan yang bernilai seni tinggi. Dan juga akan bisa menikmati berbagai hiburan kesenian.
Nah, sekarang masalahnya, gimana caranya supaya semua pengunjung masuk dari pintu utama untuk mengurangi kesan ‘’miring’’ makna daripada PKB. Saat ini rasanya sulit diubah karena masalah parker, terutama roda dua. Roda dua sebagian besar parkir di areal barat dekat dengan Bali Banjar Kedaton dekat dengan para pedagang tersebut di atas.
Konon kabar berita bahwa Gubernur Bali Wayan Koster akan membangun Art Center yang bertarap internasional di wilayah Kabupaten Klungkung. Saya berharap rencanakan secara matang agar pada event PKB selanjutnya tidak seperti pasar.
Pasar atau para penjual itu memang perlu tetapi lokasi para pedagang agar direncanakan supaya tidak seperti di Art Center yang ada sekarang. Walaupun demikian Art Center (Taman Budaya) yang digagas oleh mantan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra tetap lestari.
W. Beratha Yasa
Badung, Bali