Ilustrasi siswa melihat pengumuman PPDB jalur prestasi di SMPN di Tabanan. (BP/dok)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Untuk menuju Bali Dwipa yang jaya maka pendidikan di Bali harus bisa menjadi lebih baik lagi. Bali yang tidak memiliki sumber daya alam, akan menjadi pulau yang miskin kembali jika sumber daya manusia yang dipersiapkan tidak dikelola dengan baik.

Persiapan tata kelola sumber daya manusia yang baik dapat dilakukan melalui pendidikan yang berkualitas bagi siswa miskin. Namun sayang seribu sayang, keberadaan siswa miskin di Bali masih sangat banyak. Suramnya wajah pendidikan bagi siswa miskin di Bali merupakan proyeksi dari runtuhnya masa depan Bali dalam 10 tahun mendatang.

Ajang tahunan pendidikan telah dimulai yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pada tahun ini masih menggunakan sistem zonasi sesuai dengan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dengan beberapa perbaikan dari tahun sebelumnya. Penggunaan sistem zonasi sudah tentu siswa yang lebih dekat akan mendapatkan prioritas yang lebih utama untuk mendapatkan sekolah tersebut.

Kadangkala sistem zonasi ini memiliki plus dan minus. Penentuan menggunakan jarak saja dalam pemenuhan kuota sekolah masih belum mampu mengakomodasi perlindungan terhadap siswa miskin.

Keberpihakan pemerintah di sini dituntut untuk lebih memperhatikan siswa miskin. Jadi dalam arti sistem zonasi tetap dilakukan melalui jalur miskin, tetapi lebih memprioritaskan kepada tingkat kemiskinan bukan dari jaraknya.

Pada tahun ini sekolah negeri memang masih menjadi primadona bagi kalangan orangtua siswa. Maksud dari pemerintah dengan menggunakan sistem zonasi adalah untuk meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan di mana tahun-tahun ke depannya tidak akan ada lagi sekolah-sekolah yang favorit.

Maksud baik dari pemerintah ini mungkin belum begitu tersampaikan kepada orangtua siswa, sehingga terjadilah distorsi informasi yang menyebabkan hal-hal yang seharusnya dapat dipahami menjadi bias di masyarakat.

Baca juga:  Ombudsman dan Komisi Informasi Publik 'Ramai Ramai' Cek Data

Seperti misalnya penggunaan token dalam PPDB. Ada isu yang berkembang jika token yang didapat lebih dulu maka peluang untuk mendapatkan sekolah menjadi tinggi. Hal ini tentu saja merupakan informasi yang sangat menyesatkan.

Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan baik kabupaten/kota maupun provinsi diharapkan melakukan suatu pemetaan terhadap siswa miskin, sehingga angka partisipasi sekolah di Bali bisa menjadi lebih meningkat. Perlunya memprioritaskan siswa miskin untuk mendapatkan sekolah adalah untuk menyelamatkan generasi muda Bali agar tetap mendapatkan layanan pendidikan yang maksimal. Jangan sampai ada siswa yang miskin yang putus sekolah.

Pemetaan siswa miskin di Bali seharusnya sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum melakukan PPDB, jadi jangan sampai Dinas Pendidikan terkesan melepas siswa miskin ini. Sehingga diharapkan siswa-siswa yang masih perlu diperhatikan ini mendapatkan prioritas utama untuk mendapatkan sekolah.

Sampai saat ini jumlah kemiskinan di Bali masih terdapat sebesar 3,91 persen. Dari angka ini tentu saja sangat banyak sekali dan sangat rentan siswa untuk tidak melanjutkan sekolah. Kita harapkan dengan keberpihakan yang dinas pendidikan dalam mewakili pemerintah terhadap siswa miskin mental dari masyarakat juga tidak ikut miskin jangan sampai masyarakat berbondong-bondong ingin menjadi miskin hanya untuk mendapatkan kursi sekolah anaknya.

Perlu suatu jaringan yang kuat antara dinas terkait untuk mendata sejauh mana siswa tersebut masih dalam kategori miskin atau tidak. Pada tahun 2018 ada program keluarga harapan yang mungkin saja bisa dijadikan sebagai basis data keluarga miskin di Bali.

Hal yang terjadi adalah kadangkala antara dinas satu dengan dinasnya lain memiliki data yang berbeda-beda. Urgensi pemetaan siswa miskin melalui sistem zonasi ini tentu saja akan mampu meningkatkan atau mempercepat penanganan siswa miskin yang ada di Bali.

Baca juga:  Enam Daerah Dijadikan Percontohan Tiga Inovasi Prioritas

Kita harapkan pendataan zonasi untuk siswa miskin ini lebih dipercepat lagi, sehingga didapatkan data yang terelektronifikasi. Jangan sampai harapan-harapan mereka untuk mendapatkan sekolah menjadi sirna karena dikalahkan oleh sistem zonasi yang hanya menggunakan sistem jarak.

Prioritas utama dari penjaringan siswa miskin di Bali dalam penerimaan PPDB, dimaksudkan untuk mengubah taraf hidup mereka supaya bisa menjadi lebih baik lagi. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa pendidikan merupakan solusi yang sangat efektif untuk memutus rantai kemiskinan secara permanen.

Pemberian kesempatan pendidikan yang lebih baik kepada siswa miskin akan menjadi obat yang sangat manjur bagi mereka. Namun telepas dari itu, komitmen pemerintah kali ini ditunggu terobosannya dalam menyelamatkan siswa miskin ini, sehingga mental-mental anak miskin ini tidak ikut-ikutan miskin juga.

Dengan adanya sistem zonasi ini tentu saja diharapkan tidak ada lagi sekolah yang favorit ataupun sekolah unggulan. Pada tahun-tahun ke depannya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menerapkan sistem yang sesuai dengan sistem zonasi, baik itu dari segi PPDB, pelatihan guru, bahkan ada program Kemendikbud yang disebut dengan sekolah zonasi.

Pendidikan berbasis zonasi ini diharapkan penanganan dari masing-masing zona akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat permasalahannya. Untuk itulah maka kita harapkan basis data dalam zonasi ini harus terus ditingkatkan.

Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru atau PPDB telah berjalan selama tiga tahun, tetapi penolakan sistem ini masih terjadi di kalangan masyarakat, terutama orangtua calon siswa baru. Mereka ingin agar PPDB dikembang-alihkan seperti semula yaitu menggunakan nilai ujian nasional (NUN) menjadi parameter penerimaan siswa-siswinya. Hal ini dikarenakan standar di setiap sekolah di Indonesia masih berbeda.

PPDB dengan menggunakan sistem zonasi seharusnya diikuti dengan adanya pemerataan sekolah, permasalahan ini mulai dari penyebaran sekolah negeri yang tidak merata, adanya calon siswa yang tidak terakomodasi di sekolah di mana pun, sementara ada sekolah yang kekurangan siswa karena lokasinya jauh dari permukiman penduduk, sehingga teknis penentuan zonasi masih perlu ditinjau ulang kembali

Baca juga:  Di Karangasem, Dua SD Nihil Peserta Didik Baru

Beberapa daerah penerimaan peserta didik baru ditanggapi negatif oleh para wali murid. Kurangnya jumlah sekolah memang menjadi kendala utama dalam PPDB sistem zonasi. Pelaksanaan PPDB berbasis zonasi di sejumlah daerah diwarnai dengan kekisruhan karena minimnya informasi terkait kebijakan tersebut.

Semestinya tidak boleh terjadi siswa atau orangtua  yang antre di sekolah sejak subuh, bahkan ada yang menginap karena khawatir tidak mendapatkan token. Untuk mendapatkan data siswa miskin yang valid tentu saja diperlukan sistem informasi kependudukan yang berjalan baik.

Setiap penduduk harus memiliki rekam data seluruh identitasnya, termasuk penghasilannya. Kerja sama antara Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan mutlak harus dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan menyeluruh tentang keberadaan siswa miskin yang ada di Bali. Agar zonasi tidak menjadi gejolak yang tinggi maka kita harapkan semua sekolah sama standar kualitasnya.

Tidak saja proses belajar mengajarnya yang dibuat sama standarnya, tetapi fasilitas fisik gedung pun sama. Misalnya semua sekolah punya lapangan olahraga yang sama ukurannya, semua memiliki kolam renang, semua memiliki gedung serba guna, loker sepatu, loker tas, meja dan kursi belajar sama, papan tulis magnetik sama, WC yang sama baiknya. Jika melihat fasilitas fisik gedungnya dan juga fasilitas belajar mengajarnya, maka diharapkan tidak lagi ada ketimpangan di sekolah satu dengan yang lainya.

Penulis, guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *