Belakangan saya sempat baca di harian Bali Post, Bali berpotensi krisis cadangan air bersih. Ini tentu layak dan harus menjadi perhatian kita bersama. Selama ini, kita masih merasa aman-aman saja terhadap cadangan air. Investasi yang menjamur pun kita masih beri ruang sesuka hati.
Untuk itu, ke depan, investasi yang menyasar kawasan hulu hendaknya dibatasi. Bahkan, jika mungkin investasi di kawasan hulu hendaknya ramah lingkungan. Penyedotan air bawah tanah untuk kepentingan investasi hendaknya juga dibatasi.
Izin–izin pengeboran hendaknya benar-benar didasari kajian yang jelas. Artinya, mari kita bersama-sama melakukan kepedulian terhadap lingkungan dan menjaga kawasan hulu. Kita harus bertanggung jawab kepada generasi muda Bali mendatang dalam hal ketersediaan dan keberlanjutan cadangan air.
Saya juga mengusulkan selain gerakan menjaga kebersihan Bali, kita juga hendaknya mulai membudayakan gerakan menanam. Gerakan ini mungkin bisa kita mulai dari keluarga. Setiap orang di lingkungan keluarga hendaknya memiliki satu tanaman yang sifatnya bisa menyarap air.
Setelah itu, gerakan ini bisa kita mulai dari lingkungan sekolah dan kelompok masyarakat. Gerakan menanam hendaknya menjadi semacam budaya ketika banyak lahan kita ubah peruntukannya untuk akomodasi. Ini jelas akan membatasi ruang resapan air. Mudah-mudahan generasi mendatang di Bali tetap bisa hidup berkecukupan air dan nyaman.
Ni Putu Dian
Gianyar, Bali