Kolektor uang kepeng, I Dewa Nyoman Putra Harthawan menunjukkan koleksi uang kepengnya. (BP/san)

DENPASAR, BALIPOST.com – Uang kepeng atau di Bali disebut pis bolong, pada setiap kepingnya mengandung makna. Namun tidak banyak yang tahu makna-makna ini karena tulisannya kebanyakan menggunakan huruf Mandarin. Kurangnya literatur yang menjelaskan mengenai makna dan asal dari uang kepeng ini menyebabkan masih sedikit kolektor uang kepeng di Bali.

Salah satu kolektor uang kepeng, I Dewa Nyoman Putra Harthawan dari Peliatan, Ubud, Gianyar mengatakan, ia mulai menjadi kolektor uang kepeng sejak tahun 1990-an. Awalnya, ketertarikannya dengan uang kepeng karena tulisan yang tercantum bukan aksara Bali ataupun Jawa. ”Padahal uang kepeng kan dulu menjadi uang pembayaran sah di Bali. Tetapi tulisannya tidak ada yang menggunakan aksara Bali, malah tulisan mandarin,” ujarnya saat ditemui di stand Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41, Rabu (10/7).

Baca juga:  Jadwal PKB, Minggu 30 Juni 2019

Dari sana, Putra mulai mencari informasi uang kepeng. Ternyata uang ini sebenarnya berasal dari Cina. Makna yang tertulis dalam uang kepeng mengandung makna kesuburan, keselamatan dan lainnya. Selama bertahun-tahun mengoleksi uang kepeng, diakui Putra sangat jarang ia mendapatkan literasi yang bisa mendukung untuk menjelaskan makna dan tahun berapa uang kepeng yang ia koleksi dibuat. ”Mungkin karena literasi ini sangat jarang, makanya kolektor uang kepeng saat ini masih sedikit,” ujarnya.

Baca juga:  Kejahatan Seksual Anak Marak, Kesadaran Lindungi Kelompok Rentan Kurang

Beruntung, Putra mendapatkan literasi yang ia butuhkan dari berbagai kenalan. Sehingga ia bisa menentukan kapan uang kepeng ini dibuat, apa maknanya serta darimana uang kepeng tersebut berasal.

Menurutnya uang Kepeng yang beredar di Bali ternyata tidak hanya berasal dari Cina tetapi juga dari Jepang, Korea dan Vietnam. Uniknya di Bali uang kepeng tetap menjadi uang pembayaran yang sah meski saat itu mata uang rupiah sudah ada. ”Pemakaian uang kepeng di Bali sebagai uang pembayaran yang sah cukup lama. Mencapai 700 tahun. Terakhir pemakaiannya tahun 1950 saat itu Rupiah sudah ada,” jelas Putra.

Meski saat ini uang kepeng sudah tidak menjadi uang pembayaran yang sah, namun di Bali uang kepeng masih tetap beredar meski pengggunaannya untuk sarana upacara. Putra menambahkan saat ini ia sudah memiliki ribuan koleksi uang kepeng.

Baca juga:  Jadwal PKB, Sabtu 29 Juni 2019

Ia mendapatkannya dari membeli atau diberikan oleh orang. Untuk membantu kolektor lainnya, Putra biasanya membuka sesi konsultasi mengenai makna dan asal uang kepeng. “Di stand ini saya buka sesi konsultasi. Kalau misalnya ada yang mau koleksi dan saya ada lebih saya kasi. Biasanya ada juga yang mau membeli. Biasanya dipasaran untuk koleksi, harga uang kepeng bisa mencapai ratusan ribu,” jelasnya. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *