LPD
Ilustrasi LPD. (BP/dok)

Oleh I Nengah Suarmanayasa

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) telah berusia 34 tahun. Usia yang sudah dikatakan dewasa sehingga kematangan dan kedewasaan harusnya tercermin dari kualitas tata kelolanya. Pada usianya yang sekarang sudah banyak prestasi yang dicapai, salah satunya total aset yang dimiliki melampaui aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ini artinya, masyarakat Bali lebih mempercayakan masalah keuangannya (dalam bentuk tabungan, deposito, dan pinjaman) kepada LPD daripada BPR.

Di samping itu, LPD juga telah banyak berperan dalam mendukung dan mengajegkan budaya Bali, seperti adanya program ngaben massal, matatah massal dan sejenisnya. Kegiatan tersebut diinisiasi dan didanai oleh LPD sehingga krama adat sangat merasakan kebermanfaatannya.

Cuaca buruk hanya menyisakan pohon yang berkualitas, mungkin statemen ini tepat ditujukan kepada LPD. LPD pernah merasakan perjuangan yang berat saat awal pendiriannya. Saat itu, bendesa sangat susah untuk mencari orang yang mau menjadi pengurus LPD. Mengapa susah, karena pada awal pendiriannya, krama adat tidak langsung percaya dengan keberadaan LPD sehingga pengurus harus bersusah payah meyakinkan krama agar mau berkontribusi baik menabung ataupun meminjam.

Dalam proses tersebut, pengurus LPD benar-benar harus rela ngayah lahir batin karena memang tidak digaji. Berbeda dengan kondisi sekarang, ketika LPD sudah besar dan terlihat seksi, banyak pihak yang ingin menjadi bagian dari LPD. Kalau dulu, krama harus dipaksa menjadi pengurus, baru akhirnya rela mengabdikan dirinya (paksa rela), sekarang sangat berbeda. Krama dengan sukarela ingin menjadi pengurus LPD.

Bahkan, di beberapa desa pakraman, persaingan saat perekrutan karyawan LPD kondisinya bisa hampir sama dengan proses CPNS. Misalnya, dibutuhkan satu orang karyawan, yang mendaftar bisa puluhan. Kira-kira apa motivasinya, apakah ingin mengabdi dan mengajegkan LPD atau ingin mendapatkan kesejahteraan. Semoga jawabnya adalah pilihan yang pertama, sehingga LPD ke depan tetap eksis dan mampu bersaing dengan lembaga keuangan konvensioanl lainnya.

Baca juga:  Kejari Tetapkan Dua Tersangka Dugaan Korupsi LPD

Kompetensi 4C

Kehadiran dan peran LPD sudah sangat dirasakan oleh masyarakat desa. Untuk itu, LPD harus terus berbenah dan memperbaiki diri sehingga kepercayaan masyarakat tetap dan terus meningkat. LPD sebagai lembaga keuangan tradisional yang berbasis adat harus mampu menjaga dan mempertahankan roh pendiriannya sekaligus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

LPD harus tetap ajeg dan tetap menjadi mitra strategis masyarakat desa. Terutama masyarakat yang tidak bankable. Agar bisa menjadi lembaga keuangan yang berkelanjutan, maka LPD mau tidak mau harus mengadopsi dan beradaptasi dengan kompetensi Revolusi Industri 4.0 yaitu 4 C (collaboration, creative, critical thinking, dan communication).

Collaboration adalah sebuah sikap dan keberanian yang harus dimiliki oleh pengurus LPD. Sikap mau mendengarkan, duduk bersama dan mau bergandengan tangan dengan berbagai pihak demi kemajuan LPD. Misalnya, pengurus LPD harus bersinergi dan berkolaborasi dengan krama adat setempat yang bekerja di sektor keuangan (seperti direktur BPR, auditor, pengurus koperasi, pegawai pajak, pegawai BPK dan sejenisnya).

Mereka adalah warga yang juga ikut memiliki LPD sehingga punya harapan dan semangat yang sama untuk memajukan LPD. Pengurus LPD jangan alergi dengan warga yang memiliki kemampuan di bidang ekonomi maupun keuangan.

Mereka bukan ancaman melainkan sebuah aset yang harus diajak berkolaborasi. Mereka bisa kita tempatkan atau posisikan sebagai dewan pengawas internal. Jika ini terjadi maka ini adalah implementasi dari prinsip ilmu manajemen yakni the right man on the right place. Penempatan orang yang tepat pada posisi yang tepat.

Sikap creative dan kreativitas pengurus LPD mutlak diperlukan. Kreativitas bisa diterjemahkan dari hal-hal yang sederhana seperti tampilan lay out kantor. LPD bisa mengadopsi kantor bank umum. LPD bisa menggunakan jurus ATM (amati, tiru, modifikasi). LPD sudah harus mulai memikirkan fasilitas parkir, kebersihan halaman, dan keberadaan taman yang mencerminkan konsep go green dan go clean.

Baca juga:  Jengah Melawan Covid-19

Dalam hal desain brosur, sebisa mungkin dibuat dengan tampilan menarik sehingga mampu mencuri perhatian warga untuk mengenal lebih dekat tentang keberadaan LPD. Kreativitas juga bisa ditunjukkan dalam hal penampilan karyawan. LPD adalah bidang usaha jasa sehingga penampilan karyawan memberikan andil besar dalam menunjang kesuksesan LPD.

Penampilan yang elegan disertai dengan sikap (attitude) yang baik adalah sebuah keharusan jika LPD ingin tetap eksis. Terpenting adalah kreativitas dalam banyaknya ragam dan pilihan produk yang ditawarkan. Artinya, produk yang ditawarkan harus benar-benar yang dibutuhakn oleh masyarakat desa.

Contohnya, jika di desa pakraman setempat banyak warga (anak muda) yang sedang kuliah atau punya cita-cita bekerja di kapal pesiar, LPD harus responsif dengan menyediakan kredit kapal pesiar. Ini adalah ide dan tindakan yang kreatif. Jika hal seperti ini terus dilakukan maka LPD benar-benar akan menjadi pilihan pertama dan utama bagi krama adat.

Critical thinking atau berpikir kritis adalah kemampuan berpikir radiks atau mendalam yang menuntut pengurus LPD senantiasa peka dengan perkembangan sekitar. Kemampuan berpikir ini sangat membantu dalam menyelesaikan masalah atau dalam menghadapi tantangan masa depan yang kian dinamis.

Untuk mendapatkan kemampuan ini, salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah pengurus LPD harus melanjutkan kuliah ke jenjang strata 1 maupun strata 2. Kepala LPD di Kabupaten Badung sudah banyak yang bergelar magister. Tidak heran jika lima besar kepemilikan aset LPD ada di Badung. Salah satunya adalah andil dari pengurus LPD yang memiliki kemampuan berpikir kritis.

Baca juga:  Keluhuran Nilai “Traveling”

Kepala Badan Kerja Sama (BKS) LPD Bali Drs. I Nyoman Cendikiawan, S.H., M.Si. adalah seorang Kepala LPD di Desa Telepud, Tegallalang, Gianyar. Dia bergelar magister. Dia adalah contoh Kepala LPD yang memiliki kemampuan berpikir kritis, sehingga LPD yang dipimpinnya terus mengalami peningkatan. Karena kemampuan itu pula, dia dipercaya sebagai Ketua BKS untuk kedua kalinya. Pengurus LPD harus berani mencontohnya. Kemampuan ini wajib dimiliki oleh pengurus LPD jika tidak mau tergilas oleh kemajuan zaman.

Kualitas komunikasi (communication) kepala dan pengurus LPD wajib ditingkatkan. Banyak pengurus atau kasir yang tidak memedulikan kemampuan ini. Mereka beranggapan bahwa krama desa adalah pemilik sehingga tidak perlu dilayani dengan cara khusus (spesial).

Pengurus harus ingat, di samping sebagai pemilik, krama desa adalah pelanggan atau customer yang punya hak prerogatif untuk memilih produk atau layanan yang mampu memuaskan keinginannya. Dalam dunia layanan, kemampuan komunikasi adalah kunci penting untuk bisa menggaet atau mempertahankan pelanggan atau nasabah.

LPD harus meniru gaya komunikasi bank-bank umum. Bank umum berani mengeluarkan uang banyak untuk melatih karyawannya agar memiliki communication skill yang baik. Diakui atau tidak pengurus LPD masih belum memberi perhatian serius terhadap skill ini. Pengurus masih berkutat meningkatkan skill administrasi dan akuntansi seperti pembuatan laporan kauangan.

Dengan kompetensi 4 C yang dimiliki, diharapkan kinerja LPD semakin baik sehingga peran dan kontribusinya semakin bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat desa. Sebagai anak muda yang sudah merasakan kebermanfaatan LPD, maka penulis berharap, semoga LPD mampu mempertahankan roh pendiriannya serta siap bersaing pada era Revolusi Industri 4.0.

Penulis, dosen Fakultas Ekonomi Undiksha, Singaraja

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *