DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster menuding Permendikbud No.51 Tahun 2018 sebagai biang kerok kisruhnya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya di SMA/SMK. Sampai-sampai terbit Surat Edaran (SE) Gubernur No. 422.1/36200/BPTEKDIK/DISDIK yang sejatinya bertentangan dengan Permendikbud.
Tahun depan, Koster bahkan siap membuat peraturan sendiri terkait PPDB. “Sumber masalah di Permendikbud. Maka ke depan, tahun yang akan datang, saya akan menerbitkan peraturan gubernur tersendiri. Tidak akan sepenuhnya mengikuti peraturan menteri, karena peraturan menteri itu menurut saya betul-betul menimbulkan masalah,” ujarnya dalam Rapat Paripurna DPRD Bali, Rabu (10/7).
Menurut Koster, Permendikbud tidak saja mengorbankan hak calon peserta didik. Tapi juga mengganggu sistem penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan. Terutama dalam konteks untuk membangun mutu pendidikan.
Ketua DPD PDIP Bali ini mengaku baru tahu bahwa PPDB tahun ini 90 persen memakai zonasi dan tanpa mempertimbangkan nilai ujian nasional. “Jadi, siapa yang paling dekat dia duluan. Orang yang nilainya paling buruk pun, dia jadi masuk. Ada jauhan sedikit, pintar, nilainya jauh lebih bagus, tidak bisa daftar. Itu akan mematikan sekolah yang memiliki sistem mutu yang baik,” jelasnya.
Koster menilai hal tersebut sebagai sebuah kesalahan untuk kondisi real saat ini. Ditambah lagi, pelayanan pendidikan di masing-masing daerah di Indonesia tidak sama. Baik dari segi kapasitas, maupun kualitas pelayanannya.
Di Bali saja, belum semua kecamatan memiliki SMA/SMK negeri, bahkan sekolah swasta juga belum tentu ada. Kalau hanya berdasarkan radius, maka calon peserta didik di kecamatan yang tidak memiliki sekolah jelas tidak akan bisa tertampung. Mereka secara otomatis akan tersisih sejak awal. “Jadi ini peraturan (Permendikbud 51, red), betul-betul bikin blunder dan bikin malu karena sampai harus ditangani presiden. Menurut saya yang pernah duduk di Komisi X DPR RI, ini adalah peraturan menteri yang gagal total. Tidak bisa menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah,” paparnya.
Koster menegaskan, peraturan gubernur tentang PPDB yang nanti disusun akan menjamin dan memastikan masyarakat terlayani dengan baik. Termasuk akan mempertimbangkan kapasitas wilayah dari segi zona, maupun dari segi mutu.
Namun untuk pendekatan wilayah, porsi zonasi 90 persen akan diturunkan karena disebut terlalu tinggi. Pihaknya meyakini tidak akan ada lagi protes jika calon peserta didik tidak diterima karena persoalan nilai.
“Ya saya kalah nilai, tidak akan ada yang ribut. Tapi kalau saya nilainya bagus, kalah sama yang nilainya lebih buruk karena jaraknya hanya sekian meter, ya pasti ribut lah,” imbuhnya.
Koster juga berkomitmen tidak akan membedakan antara sekolah negeri dan swasta. Sebab, selama ini hanya sekolah negeri yang mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) daerah.
Padahal dalam UU Sisdiknas, sekolah negeri dan swasta harus disamakan. Oleh karena itu, sekolah swasta akan diberikan BOS daerah sesuai kebutuhan pada APBD Perubahan 2019. Dinas Pendidikan sudah mengusulkan anggaran sekitar Rp 23 miliar. “Di Bali ini keliru sebelumnya hanya mengurusi sekolah negeri,” katanya.
Terkait siswa yang masih tercecer dalam PPDB tahun ini, Koster menyebut sudah diselesaikan. Antaralain dengan menerapkan double shift, menambah ruang kelas, serta memaksimalkan ruang kelas yang sudah ada di sekolah. Misalnya, jumlah dalam satu rombongan belajar yang sebelumnya 36 bisa ditambah menjadi 40 atau memanfaatkan laboratorium yang nganggur sebagai kelas. (Rindra Devita/balipost)