Petugas PDAM melakukan pemasangan pipa menuju Suana, Nusa Penida. (BP/istimewa)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Harga jual air PDAM Tirta Mahottama Klungkung kepada pelanggannya selama bertahun-tahun rupanya berada di bawah harga pokok air. Kondisi ini bahkan menjadi temuan BPKP (Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan) dalam hasil pemeriksaan pada tahun buku 2018.

Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, PDAM Klungkung sedang merancang penyesuaian tarif kepada pelanggan. Direktur PDAM Tirta Mahottama Klungkung, Nyoman Renin Suyasa, Kamis (11/7) mengatakan kajian penyesuaian itu sedang disiapkan untuk segera diusulkan kepada Bupati Klungkung Nyoman Suwirta.

Penyesuaian akan ditampilkan dalam tiga opsi. Pertama, opsi tarifnya sesuai dengan harga produksi. Kedua, tarifnya lebih tinggi sedikit dari harga produksi. Ketiga, tarifnya lebih tinggi lagi dari opsi kedua, agar sejalan dengan prinsip perusahaan daerah untuk memperoleh keuntungan.

Baca juga:  Di Tabanan, Ada Istri "Gantikan" Posisi Suami di DPRD

Renin menambahkan, rata-rata harga jual air PDAM saat ini sebesar Rp 3.333 per meter kubik. Sedangkan, harga pokok air dengan NRW 20 persen sebesar Rp 3.974 per meter kubik. Inilah yang menyebabkan, harga jual yang berlaku saat ini, belum dapat menutupi biaya secara penuh.

Jika menggunakan NRW riil sebesar 21,28 persen, harga pokok air per meter kubik menjadi sebesar Rp 4.037. Sehingga, perusahaan sesungguhnya mengalami kerugian sebesar Rp 705 per meter kubik dari air yang terjual kepada pelanggan.

Baca juga:  Diduga Belum Berizin, Keberadaan Vila Mewah di Nusa Penida Dipertanyakan Warga

Inilah yang menyebabkan harga jual air berada di bawah pokok air. Sehingga tarif rata-rata yang berlaku saat ini belum mampu menutup biaya-biaya secara penuh. “Ini terjadi karena tarif air yang berlaku berdasarkan Peraturan Bupati Klungkung Nomor 1 Tahun 2009 yang berlaku saat ini, sudah tidak relevan lagi,” kata Renin, Direktur PDAM asal Desa Sakti, Nusa Penida ini.

Renin berharap para pelanggan saat ini dapat memahami situasi saat ini yang terjadi di dalam internal PDAM. Terlebih, setelah terjadi erupsi Gunung Agung, beban biaya operasional PDAM saat ini cukup tinggi sejak tahun 2017, khususnya dalam pengelolaan sumber mata air di Rendang, untuk melayani para pelanggan di Kecamatan Klungkung.

Baca juga:  Kumulatif Sudah Lampaui 45.500 Orang, Ini Lima Penyumbang Tambahan Kasus COVID-19 Terbanyak

Sebab, proses menaikkan air dari sumber mata air di Rendang ke reservoar mengalami peningkatan, hingga Rp 300 juta per bulan. Dari sebelumnya menggunakan sistem gravitasi, sekarang harus menggunakan sistem pompa, agar airnya bisa naik ke reservoar, karena terjangan lahar dingin saat itu merusak situasi di sekitarnya. Sehingga terjadi biaya listrik yang meningkat tajam.

“Kenapa baru dirancang terjadi penyesuaian tarif, karena sebelum ada erupsi, PDAM sesungguhnya masih laba. Jadi, penyesuaian tarif ini saat itu dipandang belum perlu, meski PDAM di kabupaten/kota lainnya, sesungguhnya sudah melakukan penyesuaian setiap tahun,” tegasnya. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *