DENPASAR, BALIPOST.com – Budaya menggunakan uang tunai masih cukup besar porsinya dalam sistem pembayaran. Berdasarkan data periode Mei 2019, total transaksi menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) mencapai Rp 10,76 triliun dengan volume transaksi sebanyak 10,78 juta transaksi.
Deputi Direktur Bank Indonesia KPw Bali Teguh Setiadi mengatakan, APMK tersebut terdiri dari nominal transaksi kartu ATM/debet sebanyak Rp 8,29 triliun dengan volume transaksi sebanyak 9,10 juta transaksi dan nominal transaksi kartu kredit sebanyak Rp 2,46 triliun dengan volume transaksi sebanyak 1,67 juta transaksi. Dari segi infrastruktur, jumlah mesin ATM di Bali telah mencapai 3.277 unit.
Jumlah APMK di Bali sampai saat ini adalah 2.995.520 kartu, terdiri dari 317.744 kartu ATM, 2.316.714 kartu debet, dan 361.000 kartu kredit. Penggunaan APMK ini dikatakan meningkat dari periode sebelumnya, namun belum optimal.
Belum optimalnya penggunaan kartu dikatakan karena masalah budaya masyarakat dalam menggunakan uang tunai masih kental. “Budaya menggunakan uang tunai masih ada dan cukup besar porsinya,” ujarnya.
Selain itu, masalah infrastruktur pendukung transaksi non tunai karena berkaitan dengan signal. Meskipun di Bali sinyalnya cukup menjangkau semua wilayah, namun tetap saja akan terhambat jika dihalangi gedung–gedung berdinding tebal. Selain juga tarik ulur fee antara merchant dan issuernya.
Dengan perkembangan alat pembayaran ini, pemerintah sedang menggalakkan program GPN (Gerbang Pembayaran Nasional). Dengan adanya GPN, satu mesin EDC dapat digunakan lebih dari satu penerbit. “Selama ini kan satu mesin EDC itu untuk satu issuer, satu penerbit kartu. Tapi sejak GPN itu sudah engga ada lagi, kecuali kartu debet yang belum ada logo GPNnya, itu memang tidak bisa. Jadi GPN itu menyatukan semua, kartu itu bisa dibaca dengan satu mesin EDC. Jadi EDC engga perlu banyak–banyak lagi,” ujarnya.
Hingga kini, GPN baru berlaku pada kartu debet. Sementara, kartu kredit belum disatukan.
Setiadi mengingatkan perbankan bahwa peran teknologi informasi ke depan akan sangat luar biasa. Beberapa teknologi telah menciptakan suatu creative destruction di masyarakat, seperti teknologi e-book yang menggantikan buku konvensional. Juga ada teknologi komunikasi pesan instan yang menggantikan telepon fixed line dan teknologi transportasi berbasis aplikasi yang menggantikan transportasi konvensional. “Demikian juga penggunaan financial technology (fintech) yang lebih luas di masyarakat pasti mempengaruhi bisnis perbankan,” ungkapnya.
Oleh karena itu ia meminta perbankan untuk mempersiapkan diri dengan baik menyongsong penggunaan fintech yang semakin marak di masyarakat. Perluasan elektronifikasi dengan implementasi penggunaan instrument non tunai, baik APMK dan uang elektronik ini tidak hanya memerlukan keterlibatan Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran, namun juga dukungan dari pelaku industri sistem pembayaran dan masyarakat. (Citta Maya/balipost)