DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak tahun 1970-an, masyarakat Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar mengukir tulang dari hewan untuk dijadikan hiasan, souvenir dan aksesoris. Pasar produk kerajinan tulang ini cukup laris, puncaknya tahun 1990-an.
Sempat redup, kini kerajinan tulang bangkit kembali, menjadi satu paket wisata dengan Desa Wisata Tampaksiring. Perajin tulang sekaligus pengelola Wikan Kreatif Dewa Ketut Gata menuturkan, awalnya di tahun 70-an, masyarakat mulai membuat kerajinan tulang hewan. “Pekerjaan ini sudah lama kita lakukan, dari kita natah dengan alat tatah, sampai sekarang kita pakai bor,” ujarnya
Bahan baku tulang diambil dari Tuban, Jawa, Sumatera. Tulang yang digunakan dominan tulang kerbau, kepala kerbau dan tulang sapi.
Namun beberapa produk juga dibuat dari tulang ikan marlin, kerang, kayu cendana, giok, tanduk kerbau. “Bahannya dari limbah tulang hewan bekas kurban,” kata Gata Kamis (11/7).
Para perajin yang tergabung dalam Wikan Kreatif, salah satu unit usaha BumDes Tampaksiring itu, membuat berbagai kerajinan seperti hiasan meja, souvenir, aksesoris bros, anting, subeng, aksesoris rambut, hiasan ruangan, dll. Sebagian besar masyarakat Desa Tampaksiring mengukir tulang dan membuat kerajinan tulang.
Dari 13 banjar di desa itu, 5 diantaranya mayoritas membuat kerajinan tulang. Banjar tersebut yaitu Banjar Tegal Suci, Banjar Buruan, Banjar Penaka, Banjar Mantring, Banjar Geriya. “Pagi harinya masyarakat bertani, lalu di siang hari hingga sore hari, mereka mengukir tulang,” tuturnya.
Pemasarannya mengalami pasang surut. Pada waktu itu masyarakat membuka artshop di dekat rumah mereka.
Kerajinan tulang ini pun terkenal hingga ke mancanegara. Kerajinan tulang sempat diekspor ke berbagai negara, terutama Amerika dan Eropa.
Kejayaan kerajinan tulang ini coba dibangkitkan kembali. Wikan Kreatif yang merupakan binaan Bank Indonesia KPw Bali ini bersama-sama dengan BI melakukan pameran-pameran untuk mengembalikan pasar.
Pemasaran online juga dilakukan. “Dari awal 2019, kita dibina BI, sekarang diajak pameran untuk mengembalikan pasar supaya kita bisa mengikuti pasar sesuai dengan standar,” ungkapnya.
Kendala bahan baku yang mahal, disiasati dengan mewadahi perajin untuk mendapatkan bahan baku. Bahan baku dalam jumlah banyak dibeli oleh BumDes, kemudian dibagikan kepada perajin untuk dibuat kerajinan.
Perajin biasanya fokus untuk membuat kerajinan. Sementara pemasarannya dibantu oleh Wikan Kreatif. “Kendala perajin kan karena bahan bakunya cukup mahal. Wikan kreatif ini yang mengumpulkan perajin dan memasarkan termasuk membagikan bahan baku. Sementara perajin mengukirnya di rumah masing-masing karena mereka memiliki alatnya,” tuturnya. (Citta Maya/balipost)