SEMARAPURA, BALIPOST.com – Kasus bullying seorang siswi SMP, berinisial Ketut APP (15) oleh sekelompok pelajar perempuan, mulai diselesaikan secara diversi. Ini karena para tersangka sebanyak tiga orang, masih berada di bawah umur.
Namun, proses diversi antara pihak tersangka penganiayaan dan korban, Jumat (12/7) gagal total. Pihak keluarga korban tetap ngotot tak mau menempuh upaya lain, selain proses hukum.
Upaya diversi merupakan proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Proses ini dilakukan di Ruang Rupatama Polres Klungkung, selama dua jam, dari sekitar pukul 10.30 Wita sampai pukul 12.30 Wita. “Pihak keluarga korban, tetap meminta proses hukum berlanjut hingga pengadilan. Mereka menolak upaya diversi,” kata Kasat Reskrim Polres Klungkung, AKP Mirza Gunawan.
Proses diversi ini tetap saja tidak menemukan titik temu, di antara kedua belah pihak. Padahal, proses diversi tidak hanya dilakukan pihak kepolisian.
Sebab, selain pihak keluarga korban dan pelaku, upaya diversi juga melibatkan pihak Bapas, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Klungkung dan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Klungkung.
Mirza Gunawan menambahkan, dengan gagalnya proses diversi di polres ini, pihak Satreksrim Polres Klungkung tengah menyiapkan berkas untuk segera dilimpahkan beserta para tersangka ke Kejaksaan. Namun demikian, nantinya proses diversi masih dapat dilanjutkan di Kejaksaan. “Berkasnya segera kami limpahkan ke Kejaksaan. Semoga proses diversi disana, hasilnya lebih baik,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, setelah melakukan serangkaian penyelidikan, Sat Rekrim Polres Klungkung, akhirnya menetapkan tiga tersangka, dalam kasus dugaan kekerasan terhadap siswa SMP yang sempat viral di media sosial dengan TKP di Bukit Buluh, Desa Gunaksa, Dawan.
Mereka adalah Ni Kadek KD, PR dan MP. Walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun pihak kepolisian berkesimpulan tidak akan melakukan penahanan.
Para tersangka ini dijerat dengan pasal 80 Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang sudah diubah ke dalam UU Nomor 35 Tahun 2014, dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun 6 bulan (3,5 tahun) dan atau denda Rp 72 juta. Meski demikian, banyak faktor yang dilihat lantaran para tersangka tak langsung ditahan.
Mulai dari pelaku dan korban adalah sama-sama anak-anak saat kekerasan dilakukan pada Januari 2019 lalu. “Kemudian UU Perlindungan Anak juga mengisyaratkan demikian, karena ancaman hukuman dibawah tujuh tahun. Jadi mereka tidak ditahan,” terang AKP Mirza Gunawan.
Dari pemeriksaan penyidik terhadap enam saksi dan saksi korban, ketiga tersangka yang paling aktif menganiaya korban. Ada yang mau menelanjangi korban, menendang korban serta melontarkan kata-kata kasar kepada korban.
Saat pemeriksaan, Mirza Gunawan menegaskan, mereka mengakui perbuatan dan memang ada dalam video tersebut. Semua kooperatif saat diperiksa sehingga proses cepat berjalan. Karena masih dibawah umur, penyelesaian kasusnya dengan sidang diversi atau pengadilan anak. (Bagiarta/balipost)