NEGARA, BALIPOST.com – Program pelestarian keluarga berencana (KB) Bali yang dicanangkan Gubernur Bali, I Wayan Koster saat ini sejatinya sudah muncul di Desa Baluk, Kecamatan Negara sejak 2015. Patung KB dengan jumlah keluarga empat anak (ayah, ibu dan dua anak) yang sudah puluhan tahun terpasang di perbatasan Desa Baluk dan Desa Banyubiru saat itu sudah rusak.
Oleh desa, patung yang juga menunjukkan tanda selamat datang itu diganti dengan Patung Keluarga Bali Lestari. Bedanya, jumlah patung yang dikerjakan seniman patung asal Penyaringan, Jembrana, I Gede Subawa itu lebih banyak. Yakni 6 orang, yaitu bapak, ibu dan empat orang anak.
Pembangunan patung di perbatasan inipun mendapatkan sambutan baik dari masyarakat serta dukungan desa adat maupun desa dinas saat itu. Mantan Perbekel Baluk, I Ketut Suasana, yang ikut menggagas patung tersebut saat itu mengungkapkan kebijakan itu sebagai bentuk penghargaan terhadap cara bijak leluhur orang Bali dalam mengendalikan perkembangan populasi jiwa. Yakni dengan hanya menyediakan empat nama yakni Wayan/Putu/Gede/Iluh, kedua yaitu Nengah/Kadek, ketiga Nyoman/Komang dan keempat Ketut.
“Gagasan untuk mengganti patung 2 anak menjadi 4 anak saya lakukan setelah mendapatkan banyak masukan dari warga desa Baluk terutama yang merantau ke luar Negeri , luar Bali, dan Luar Jembrana,” ujar Suarsana yang dalam waktu dekat dilantik menjadi Anggota DPRD Jembrana ini.
Selain penghargaan terhadap kearifan lokal Bali, sekaligus melestarikan Nyoman dan Ketut yang saat itu sudah mulai langka akibat program KB Pemerintah Pusat dengan slogan 2 anak cukup. Laki atau perempuan sama saja.
Dampaknya pada era milenial ini, di hampir seluruh bangku sekolah dasar (SD) di Baluk saat itu sangat sulit ditemui nama anak dengan Komang ataupun Ketut. Karena itulah, pihaknya mengakomodir masukan dari masyarakat Baluk tersebut untuk kembali mengejewantahkan kearifan lokal Bali itu walaupun hanya sebatas patung.
Pihaknya juga tidak menyangka saat ini, hal ini menjadi perhatian pemerintah provinsi (Gubernur). Hingga kini, patung yang dibangun di perbatasan Desa itu masih tetap berdiri menjadi salah astu keunikan Desa Baluk. (Surya Dharma/balipost)