MANGUPURA, BALIPOST.com – Aktivitas wisata di Bali didominasi wisata tirta, seperti diving, snorkeling, parasailing dan olahraga air (water sport) lainnya. Segala bentuk aktivitas di daerah perairan tentunya dibarengi risiko yang mengancam keselamatan jiwa manusia.
Sejak awal tahun 2019 hingga saat ini Basarnas Bali menangani 32 kejadian, 24 di antaranya adalah kondisi membahayakan manusia. Ini merupakan persentase yang cukup besar, dan mayoritas merupakan operasi SAR di perairan. Penanganan korban kecelakaan transportasi di laut selama ini memang masih mengalami kesulitan.
Direktur Operasi SAR Basarnas Brigjen TNI (Mar) Budi Purnama, S.I.P., M.Agr., mengatakan, ada satu sistem yang dimiliki oleh Basarnas untuk dapat mengidentifikasi dengan cepat korban terutama korban yang berada di laut, yaitu penggunaan EPIRB atau Emergency Position Indicating Radio Beacon. Di Indonesia, pemakaian EPIRB masih sedikit. Padahal semua kapal di atas 30 GT seharusnya dipasangi EPIRB. Alat ini berfungsi mirip Underwater Locator Beacon (ULB) yang ada di kotak hitam pesawat terbang. Sama-sama mengirimkan sinyal bila kapal atau pesawat mengalami keadaan darurat atau kecelakaan.
Ditambahkannya, apabila kondisi darurat, alat tersebut akan memancarkan sinyal marabahaya yang terima dengan satelit, kemudian tergambar di kantor pusat kendali. “Bila kapal yang mengalami kecelakaan tidak dilengkapi alat ini, untuk mengetahui posisinya di laut tentu akan kesulitan,” katanya di sela Rapat Koordinasi (Rakor) SAR Daerah Provinsi Bali di Kuta, Badung, Senin (15/7).
Semua pesawat terbang menggunakan Emergency Locator Transmitter (ELT), sehingga akan lebih mudah dalam pencarian. Populasi alat yang digunakan untuk maskapai penerbangan sebanyak 600, sedangkan di laut, penggunaan EPIRB di Indonesia sekitar 300.
Indonesia sebagai negara maritim, kata dia, seharusnya jumlahnya lebih banyak. Bukan ratusan, namun mestinya ribuan EPIRB dipasang di kapal di atas 30 GT. Untuk wisatawan asing, setiap yacht-nya sudah dipasangi EPIRB, sehingga dalam membantu menolong mencari dan menemukan akan lebih mudah. Alat itu memancar, koordinatnya terlihat dan bisa segera menuju sasaran. “Kita juga punya alat namanya GPS tracking untuk menuju ke sasaran dengan cepat dan pasti,” ucap Budi Purnama.
Rakor SAR kali ini mengangkat tema ”Melalui Rapat Koordinasi Kita Tingkatkan Profesionalisme, Sinergitas dan Militansi dalam memberikan Pelayanan SAR Khususnya Kondisi Membahayakan Manusia di Wilayah Perairan Pantai di Bali”.
Sebagaimana diamanatkan melalui UU Nomor 29 Tahun 2014, Basarnas memiliki tugas di bidang SAR terhadap penanganan kecelakaan penerbangan, pelayaran, kecelakaan dengan penanganan khusus, bencana pada tanggap darurat dan kondisi membahayakan manusia di seluruh wilayah NKRI. Melalui rakor ini, ke depannya Basarnas dan instansi/organisasi terkait lainnya dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional dan proporsional. (Yudi Karnaedi/balipost)