DENPASAR, BALIPOST.com – Sempat tertunda sidang pembuktian kasus dugaan penipuan pengurusan perizinan pengembangan reklamasi kawasan Pelabuhan Teluk Benoa dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra, Senin (15/7) kembali dilanjutkan.
Korban sekaligus investor dalam rencana reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa, Sutrisno Lukito Disastro, dihadirkan JPU Raka Arimbawa sebagai saksi.
Di hadapan majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya Dewi didampingi Made Pasek dan Parta Bhargawa, menceritakan secara lugas apa yang sudah mereka lalukan untuk pengembangan Pelabuhan Benoa. Dia juga mengakui soal keinginan mengeruk dasar laut, supaya kapal besar bisa masuk ke Bali. “Jika ada cruise yang datang, sekarang tidak bisa masuk,” katanya.
Di dalam persidangan, saksi investor ini mengaku pernah ketemu Gubernur Bali, saat itu Made Mangku Pastika di rumah dinas (Rumdis) dan juga anaknya, Putu Pasek Sandoz Prawirotama juga ada terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra. Anggota majelis hakim, Made Pasek, beberapa kali menanyakan soal kata-kata anak angkat gubernur. “Siapa sebenarnya anak angkat gubernur?” tanya hakim.
Saksi korban Sutrisno mengatakan bahwa terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra mengaku sangat dekat dengan gubernur, hingga dia disebut anak angkat. Atas dasar itu investor ini percaya pada Gung Alit, untuk mengurus perihal perizinan rencana reklamasi tersebut. “Saya pernah diajak ke kantornya anak gubernur, Pak Sandoz,” tandas Sutrisno Lukito.
Hakim pun mengejar, mengapa ke sana (Kantor Sandoz, red)? Saksi mengatakan ada yang mau diurus.
Dan antara Sandoz dan Gung Alit mengaku sudah sebagai keluarga. Pihak investor percaya hingga akhirnya memberikan uang dengan nilai miliaran. Baik pemberian uang dengan cara transfer maupun cash. “Beliau (Alit Wiraputra, red) mengaku sebagai kepercayaan gubernur dan mengaku anak angkat. Saya diajak langsung ke rumah gubernur, yang rumah dinas yang ada seperti lapangan itu,” ucap Sutrisno Lukito.
Masih dalam persidangan, saksi juga dikejar siapa inisiator meminta bantuan gubernur dan Sandoz, dan kembali saksi mengatakan terdakwa. Saat itu, saksi investor dijanjikan enam bulan izin sudah selesai karena mampu menekan kadis dan juga rekomendasi DPRD Bali.
Atas dasar itu, saksi korban sangat yakin izin akan keluar. Selain sudah ada yang ngurus dan bertemu gubernur (kini mantan) dan anaknya. Pihaknya sudah melakukan survey hingga desa adat. Sehingga dia berkeyakinan izin reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa bakal keluar.
Lantas, setelah enam bulan apakah sudah ada disampaikan soal izin? tanya hakim. Saksi mengatakan tidak ada izin yang disampaikan.
Saksi mengaku sampai tiga kali bertemu dengan Sandoz. Pertama di rumah dinas gubernur, kedua dan ketiga, kata Sutrisno di depan persidangan, di kantor Sandoz yang dikenalnya sebagai Ketua HIPMI Bali. Gung Alit dengan mempertemukan dengan Sandoz kembali meyakinkan Sutrisno Lukito bahwa izin masih dalam proses.
Sementara JPU yang menanyakan soal penandatanganan kesepakatan, mengaku dilakukan sekitar Februari 2012. Jaksa kembali mengulang soal terdakwa Gung Alit mengaku anak angkat gubernur dan bisa memanggil kepala dinas dan bisa berkoordinasi dengan DPR. Dan itu dibenarkan saksi korban.
Tim kuasa hukum Gung Alit kembali mempertegas soal pertemuan dengan Gubernur Bali kala itu. Apakah bagian audiensi atau bukan? Saksi mengatakan bahwa pertemuannya dengan Gubernur Bali dan Sandoz, termasuk bersama Gung Alit, bukanlah bagian dari audiensi. Audiensi, menurutnya itu resmi dan dilakukan di tempat yang resmi pula. “Saya bertemu Pak Gubernur dan Sandoz yang juga ada Pak Alit (terdakwa) di rumahnya,” kata Sutrisno.
Jadi, menurut saksi korban itu bukan bagian dari audiensi. Dikatakan, bahwa pertemuan dengan gubernur dan anaknya itu untuk meyakinkan saksi sebagai investor.
Dalam sidang, juga disinggung soal kesepakatan saling pengertian dan kerja sama antara investor dengan Gung Alit yang penyusun draftnya adalah Made Jayantara. Sempat juga mencuat awalnya dengan Sandoz (draf tertulis) namun akhirnya dirubah kembali perjanjian dengan Gung Alit.
Selain itu juga ada konsekuensi sanggup membayar Rp 30 miliar. Pertama diberikan Rp 6 miliar, sebagai pembayaran saling pengertian.
Kuasa hukum terdakwa sempat menanyakan apakah penyerahan Rp 6 miliar, saat audiensi dengan gubernur? Saksi mengatakan tidak. Karena sekali lagi, Sutrisno mengaku tidak pernah audiensi dengan gubernur. Namun hanya bertemu, dan meyakinkan dia sebagai investor.
Saat bertemu gubernur ada saksi, Sandoz, Gubernur, Gung Alit. “Satu lagi saya lupa. Saat itu Alit meyakinkan saya bahwa terdakwa dekat dengan keluarga gubernur,” tegas saksi korban. (Miasa/balipost)