Dua tersangka dilimpahkan tahap II ke Kejari Klungkung. (BP/gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Sat Reskrim Polres Klungkung melakukan pelimpahan tahap II terhadap kasus dugaan korupsi dana hibah, ke Kejari Klungkung, Rabu (17/7). Proses pelimpahan ini berlangsung alot, setelah salah satu tersangka sempat mangkir dari panggilan penyidik.

Setelah pelimpahan tahap II, yakni para tersangka dan barang bukti, maka selanjutnya proses hukum sepenuhnya menjadi kewenangan Kejari Klungkung. Dua tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Pura Paibon Warga Tutuan, Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, sebesar Rp 70 juta, yaitu Nyoman Simpul dan Ketut Ngenteg.

Kasat Reskrim Polres Klungkung AKP Mirza Gunawan, mengatakan salah satu tersangka, Ngenteg, sempat mangkir dari proses pemanggilan oleh Reskrim, Senin (15/7). Padahal, surat pemanggilan terhadap tersangka sudah dilakukan sejak tiga hari sebelum hari Senin. “Ngenteg terpaksa kami jemput paksa, Senin malam. Karena terlihat sudah tidak kooperatif,” kata Mirza.

Baca juga:  Korupsi hingga Miliaran, Mantan Ketua LPD Sekali ke Kafe Habiskan Rp 10 Juta

Saat dijemput paksa di rumah Ngenteg, sekitar pukul 22.00 wita, Mirza mengatakan Ngenteg mangkir saat pemanggilan, karena mengaku sedang mengurus pembayaran hutang.

Tersangka Simpul merupakan oknum PNS di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Klungkung dan I Ketut Ngenteg, mantan Pengurus PDIP di Klungkung. Mirza Gunawan menjelaskan, kasus ini terjadi berawal ketika tersangka Simpul membuat proposal permohonan bantuan dalam bantuk dana hibah ke Pemprov Bali tertanggal 30 April 2014. Nilai proposalnya mencapai Rp 70 juta.

Dalam proposal itu, tertulis bahwa bantuan ditujukan untuk pembangunan panyengker dan beberapa palinggih pura. Dimana, letaknya masih satu pekarangan dengan kediaman tersangka Nyoman Simpul di Banjar Nyamping, Desa Gunaksa.

Dalam proposal tersebut, tersangka Nyoman Simpul tercantum sebagai ketua pembangunan pura. Sementara bendaharanya merupakan istri dari Simpul, Ni Wayan Kasrani dan Sekretaris Wayan Sarna. Pada 3 Desember 2014, bantuan dana hibah sebesar Rp 70 juta itu pun cair. Seluruh anggaran itu ditarik oleh Simpul.

Baca juga:  Cetak e-KTP Menunggu Enam Bulan

Hasil pemeriksaan polisi, Wayan Sarna mengaku sama sekali tidak tau, jika namanya tercantum dalam proposal yang diajukan oleh Simpul. Sementara panitia lainnya, juga sama sekali tidak dilibatkan.

Sehingga tersangka Simpul ditenggarai melakukan pemalsuan tanda tangan. Sampai saat ini, tidak ada pembangunan penyengker dan pelinggih pura seperti dalam proposal.

Proposal hibah oknum PNS ini, awalnya senilai Rp 150 juta. Namun, proposal yang diajukan ke Provinsi Bali itu hanya disetujui Rp 70 juta. Upaya ini tercium oleh warga. Sebab, pura dadia yang dimohonkan bantuan hibah itu, sebenarnya sudah selesai dibangun sebelumnya, dengan memakai uang hasil iuran para pengempon pura setempat. “Hasil penyelidikan kami, menunjukkan uang hibah Rp 70 juta itu rupanya dipakai untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.

Baca juga:  Keteteran Biaya Hidup, Pria Asal NTT Mencuri di Tempat Kerja

Kedua tersangka dalam catatan kepolisian, juga pernah berurusan dengan hukum. Simpul pernah terlibat kasus penipuan dan Ketut Ngenteg yang berasal dari Desa Nyalian, Banjarangkan juga diketahui sebagai residivis kasus Korupsi dana hibah pembangunan salah satu Pura di Desa Bumbungan. “Saat menyusun laporan pertanggungjawaban (LPJ), justru dipasang foto pembangunan Pura Panti Pande Tusan di Nyalian, Banjarangkan. Makanya ini jelas fiktif,” tegasnya.

Terungkapnya kasus ini, bermula dari adanya laporan pengempon pura setempat kepada polisi. Sebab, pembangunan pura sudah dibiayai dana iuran, tetapi bantuan hibah dari Provinsi Bali itu tak ada ceritanya kepada para pengempon pura. “Setelah dua tahun, dilakukan penyelidikan, dugaan ada penyimpangan dalam bentuk total lost, artinya anggaran itu tidak disalurkan sesuai peruntukkan,” jelasnya. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *