SEMARAPURA, BALIPOST.com – Pembangunan gedung SDN 1 Banjarangkan, kini diselidiki Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Sejumlah pihak sudah dipanggil Kejati Bali untuk dimintai keterangan, perihal terlaksananya proyek tersebut.
Kepala SDN 1 Banjarangkan, Ni Wayan Srinati, saat dihubungi Kamis (18/7), mengakui sudah dimintai keterangan oleh penyidik Kejati Bali. Saat ditemui di ruangannya, Srinati mengatakan sempat dipanggil pada 25 Juni lalu.
Saat dipanggil itu, dia menjelaskan seluruh perihal perencanaan hingga terlaksananya proyek tersebut, yang sudah diusulkan sejak era kepala sekolah sebelumnya. Anggarannya mencapai Rp 713 juta, bersumber dari DAK (Dana Alokasi Khusus) 2018.
Anggaran sebesar itu dipakai untuk pembangunan tiga ruangan di lantai II dari gedung yang sudah ada sebelumnya. Pembangunannya tuntas pada Desember 2018. “Saya awalnya bingung, tiba-tiba mendapat panggilan dari Kejati Bali. Disana, saya memberikan keterangan selama enam jam. Padahal, pembangunan gedungnya sudah selesai. Bahkan, sudah serah terima dari dinas,” katanya.
Tidak hanya Srinati sebagai penanggung jawab proyek, sejumlah pihak lainnya juga dimintai keterangan. Seperti Ketua Panitia Wayan Suartini, Bendahara Panitia Made Sudastini dan Bagian Pengadaan Nyoman Sumiana. Bahkan, Bendesa Adat Banjarangkan, juga sempat dipanggil untuk dimintai keterangan.
Jaksa penyidik menanyakan peran masing-masing terhadap pembangunan lantai II Gedung SDN 1 Banjarangkan itu. Srinati menegaskan, proyek ini dikerjakan secara swakelola, sehingga panitianya diisi dari pihak sekolah dan warga sekitar.
Ia juga sekaligus membantah kalau proyek tersebut, dikerjakan secara tender. Pengerjaannya dilakukan dengan sistem swakelola, melibatkan belasan pekerja dari warga lokal. “Lantai II gedung tersebut, sekarang dipakai untuk ruang kelas V dan VI serta lab,” imbuh Srinati.
Dihubungi terpisah, Bendesa Adat Banjarangkan, A.A Gede Dharma Putra, juga mengakui sempat dipanggil Kejati Bali untuk dimintai keterangan perihal pembangunan gedung tersebut pada 10 Juli 2019. Namun, dia mengaku lebih banyak menjawab tidak tahu, walaupun pembangunan gedungnya menggunakan sistem swakelola.
Ia mengakui terlibat dalam kepanitiaan. Tetapi, tidak banyak dilibatkan dalam pelaksanaannya di lapangan. Dia mengaku lebih banyak disibukkan dalam kegiatan adat. “Jujur saja, saya hanya diundang sekali saja ke sekolah, sewaktu awal pembentukan panitia. Setelah itu, saya tidak tahu lagi prosesnya seperti apa,” katanya.
Demikian juga Klian Banjar Selat, Desa Banjarangkan, Wayan Norsa. Ditemui bersamaan dengan Bendesa Dharma Putra, dia juga mengaku hanya diundang sekali saja saat awal pembentukan panitia.
Menurutnya, kalau proyeknya swakelola, semestinya yang dilibatkan tentu lah warga sekitar atau warga dari anggota komite sekolah setempat. Itulah sebabnya, dia merasa aneh, bila proyeknya swakelola, tetapi dia sendiri sebagai kepala wilayah di sana, justru tidak banyak dilibatkan.
Bahkan, dia mengatakan dalam kepanitiaan pengerjaan proyek itu, tidak ada warganya yang dilibatkan. Meski demikian, pihaknya meminta agar Kejati Bali memperjelas permasalahan ini. Agar, tidak menjadi bias di Desa Adat Banjarangkan. “Permasalahan pembangunan Gedung SDN 1 Banjarangkan ini, harus diperjelas. Kenapa sampai Kejati Bali turun tangan. Kalau ada permasalahan hukum, agar diusut tuntas,” katanya. (Bagiarta/balipost)