DENPASAR, BALIPOST.com – Fenomena membeli sarana dan prasarana upakara yang sudah jadi telah lama terjadi pada masyarakat Bali, terutama di perkotaan. Seperti sampiyan penjor, pejati, canang, banten sodan yang sudah jadi, bahkan sepaket banten otonan pun telah ada yang menjualnya.

Fenomena produk-produk upakara yang sudah jadi ini terjadi seiring dengan adanya permintaan. Ini memberi peluang usaha baru bagi masyarakat Bali. Sehingga secara ekonomi, akan menggerakkan ekonomi Bali.

Pengamat ekonomi Prof. Wayan Ramantha mengamati, fenomena ini terjadi seiring dengan aktivitas masyarakat khususnya ibu-ibu beragama Hindu yang bekerja, mengurus usaha, berprofesi, dan sebagainya.

Baca juga:  BRI Life Raih 3 Indonesia Prestige Brand Award

“Tapi sebetulnya tidak terlalu masalah pergeseran itu ketika profesi di bidang itu tetap dikerjakan oleh orang Bali yang professional di bidang itu. Misalnya tukang banten yang semula ngayah di pura saja, tapi kemudian beralih ke aktivitas ekonomi,” bebernya.

Fenomena sosial budaya ini mempengaruhi ekonomi Bali. Ekonomi Bali akan meningkat, karena dengan adanya penyediaan jasa dan produk-produk upakara ini, ibu rumah tangga yang juga sebagai karyawati, pengusaha atau memiliki profesi tertentu, dapat fokus bekerja.

Baca juga:  Kisah AgenBRILink Dekatkan Akses Perbankan Bantu Warga di Sumbawa Besar

Dengan demikian daya belinya akan meningkat. Di lain sisi yang membuat sarana prasarana upakara ini juga memiliki profesi atau muncul profesi baru di bidang budaya. “Kalau dulu pekerjaan membuat banten, membantu tetangganya dalam menyiapkan sarana prasarana upakara merupakan aktivitas sosial, sekarang pekerjaan itu bisa menjadi sumber penghidupan bagi golongan masyarakat tertentu, dengan demikian angka pengangguran bisa ditekan. Daya beli bisa meningkat dan perputaran ekonomi kita berkisar di Bali saja,” bebernya.

Aktivitas ekonomi yang berbasis budaya dan Agama Hindu itu termasuk bahan bakunya diharapkan juga dari lokal. Dengan adanya Pergub 99 tahun 2018 pada akhirnya diharapkan aktivitas sosial budaya ini bisa berdampak ekonomi pada masyarakat Bali.

Baca juga:  Kumulatif Kasus Positif COVID-19 di Bali Kembali Naik

Namun ke depan, perlu dipikirkan ketergantungan komoditas dari luar pulau bahkan luar negeri dapat ditekan. Seiring dengan upaya itu, juga perlu dipikirkan tentang penggunaan teknologi di bidang pertanian untuk meningkatkan produktivitas, kontinyuitas, dan kualitas sehingga dapat mandiri memenuhi kebutuhan Bali. Pemerintah juga harus mendukung petani dari sisi teknologi agar dapat meningkatkan kualitas, produktivitas dan kontinyuitas pertanian. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *