DENPASAR, BALIPOST.com – Ilmu komunikasi dewasa ini memang sangat dibutuhkan. Interaksi antarnegara memerlukan pemahaman bahasa yang lugas. Mereka yang kurang memahami komunikasi bisa tertinggal dengan kehidupan yang serba kekinian.
Membaca novel tentang dunia hukum, dan film yang berkaitan dengan hukum adalah hobby-nya. Dunia hukum adalah cita-citanya sejak kecil. Sebagai penerjemah adalah pintu masuk menuju dunia peradilan.
Itulah yang tergambar dalam sosok wanita berambut pirang ini. Dia adalah Chandra Devi Katharina Nutz, S.H. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Udayana itu sering dikerubuti media asing. Ya, Katharina beberapa kali tampak duduk di kursi pesakitan. Dia bukan diadili, namun mendampingi terdakwa yang berkewarganegaran asing.
Dengan teliti, wanita yang juga duduk di Komite Tetap Hubungan dengan Lembaga Tinggi Negara, Kadin Provinsi Bali ini menjelaskan pada terdakwa dan menerjemahkan pertanyaan majelis hakim, jaksa maupun pengacara. “Jika ingin menjadi penerjemah dalam dunia hukum, kuncinya adalah suka ngobrol, dan lancar komunikasi yang paling penting,” tandas wanita kelahiran 1988 itu.
Namun demikian, bukan berarti sebagai translater tidak ada susahnya. Dia merasakan beberapa kali kesulitan dalam menghadapi terdakwa yang tidak fasih berbahasa Inggris.
Sehingga dia terkadang harus menggunakan bahasa (kode) fisik untuk meyakinkan klien. “Tidak semua orang asing bisa Bahasa Inggris. Misalnya orang Bulgaria. Di sini belum ada penerjemah khusus Bahasa Bulgaria. Sehingga kita harus menjelaskan dengan Bahasa Ingris dan mereka bisa mengerti apa yang ditanyakan hakim atau jaksa,” ujar perempuan yang duduk sebagai Wakil Ketua Badan Advokasi, Kadin Provinsi Bali itu.
Pengalamannya sebagai penerjemah khusus di pengadilan dimanfaatkan betul oleh wanita yang lama bermukim di Austria ini. Sambil belajar, dia mengikuti PKPA, atau pendidikan khusus advokat.
Sekarang dia sudah menjalani penyumpahan di PT Denpasar, dan gelar advokat sudah disandangnya. Bergabung di Legal Nexus Law Firm, wanita yang mengusai bahasa Jerman dan Inggris itu sudah menangani beberapa perkara besar.
Sebagai seorang ibu, dan juga masih muda, apakah tidak capek bergadang hingga pagi, bahkan sering meninggalkan anak untuk mendampingi klien?
“Begadang sampai jam empat, sampe jam enam pagi itu sudah biasa bagi saya. Capeknya, capek mikir, karena memikirkan kehidupan orang lain,” jawab Khatarina diplomatis.
Terpenting, kata dia, bahwa klien yang dia bela baik sebagai penerjemah, maupun sebagai advokat puas dengan apa yang dia lakukan. Bahkan pernah dia terenyuh, manakala terdakwa terus menangis karena ancaman hukuman tinggi. “Akhirnya saya kasih bunga di Hari Ibu. Dalam pendampingan kita lakukan pendekatan emosional, bukan transaksional,” jelas wanita yang bercita-cita menjadi pengacara sejak duduk di bangku SMP karena juga dukungan orangtuanya.
Lanjut dia, bahwa kasus pidana dinilai suatu hal yang menyenangkan untuk dibahas dan pelajari. “Tantangan saya menjadi pengacara karena profesi ini kebanyakan dilakoni lelaki. Dan tidak semua lelaki bisa menerima perempuan secara setara. Tapi secara prinsip, saya cuek saja menghadapinya karena saya mencintai profesi advokat ini,” tutup Chandra Devi Katharina Nutz. (Miasa/balipost)