Tim kuasa hukum Cokorda Istri Tresnadewi mendaftarkan gugatan di PTUN Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Cokorda Istri Tresnadewi, S.E., yang dipecat secara tidak hormat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Bupati Bangli I Made Gianyar, melakukan perlawanan. Cokorda Istri Tresnadewi melalui kuasa hukumnya I Wayan Sumardika, Lee Fransisco dkk., menggugat SK Bupati Bangli ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, Senin (22/7).

Bupati memecat Cokorda Istri Tresnadewi menjadi ASN berdasarkan SK Bupati No. 824/753/2018 tertanggal 31 Desember 2018. Yang bersangkutan dipecat dari PNS karena melakukan tindak pidana kejahatan dalam jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan, yakni melakukan tindak pidana korupsi.

Baca juga:  Oknum Pegawai PD Pasar Beringkit Ditangkap

Kuasa hukum Cokorda Istri Tresnadewi, I Wayan Sumardika, ditemui di PTUN Denpasar menegaskan, yang dilawan terhadap SK Bupati Bangli adalah cara pemberhentian yang dilakukan karena melawan hukum. “Itu yang kami lawan,” jelasnya.

Sumardika menambahkan, dalam Pasal 252 PP No.11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dijelaskan bahwa pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250 huruf b dan huruf d dan Pasal 251, ditetapkan terhitung mulai akhir bulan sejak putusan pengadilan atas perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Baca juga:  Tebing Sungai Ayung Longsor, Dua Tewas dan Seorang Masih Tertimbun

Ia memandang objek sengketa yang ditetapkan 31 Desember 2018 (pemecatan) itu bertentangan dengan PP 11 Tahun 2017 karena putusan pengadilan pidana korupsi Cokorda Istri Tresnadewi telah inkrah pada 9 September 2013. “Kami memandang objek sengketa aquo bertentangan dengan pasal 252 PP 11 Tahun 2017,” tegasnya.

Dijelaskannya, mestinya Bupati Bangli memecat Cokorda Istri Tresnadewi akhir September 2013. Sementara yang bersangkutan sejak bebas dari menjalani hukuman kembali bekerja seperti biasa dan mendapatkan kembali hak-haknya, termasuk menerima gaji. Itu artinya bupati mengakui pemohon masih menjadi PNS. “Ya, jika tergugat (bupati) taat aturan, seharusnya menetapkan SK akhir bulan sejak putusan pidana aquo telah berkekuatan hukum tetap, yaitu akhir September 2013, bukan akhir Desember 2018,” tandas Sumardika.

Baca juga:  Selama Pandemi Covid-19, Angka Perceraian Naik Tajam

Atas dugaan kesalahan memecat dengan dugaan melanggar hukum itu, tim kuasa hukum pemohon minta majelis hakim PTUN Denpasar mengabulkan gugatan pemohon, yakni membatalkan dan menyatakan tidak sah SK Bupati Bangli No.824/753/2018 tertanggal 31 Desember 2018, mencabut SK pemecatan itu, dan mengembalikkan hak-hak penggugat sebagai PNS di Bangli. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *