Gede Wisnawa dan Gede Supriatna. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Krisis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPN) kembali mengundang sorotan DPRD Buleleng. Ini karena sejak bertahun-tahun pemerintah belum bisa menambah jumlah PPNS, padahal beban kerja untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) yang  berlaku terus bertambah. Kalau kondisi ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan penerapan produk hukum yang dibuat dewan bersama pemerintah tidak optimal.

Demikian diungkapkan Ketua Dewan Gede Supriatna saat rapat membahas rekomendasi dewan tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD Tahun 2018 di gedung dewan beberapa hari lalu.

Lebih jauh Supriatna mengatakan, PPNS menjadi penentu penerapan setiap produk hukum yang sudah diundangkan. Produk hukum dapat berfungsi optimal kalau pelanggaran yang terjadi dapat dieksekusi dengan baik. Hal ini dapat dicapai apabila pemerintah memiliki eksekutor dengan jumlah memadai. Hanya, sejak pihaknya menjabat, PPNS yang diberikan tugas melaksanakan setiap butir amanat produk hukum yang sudah dibuat seperti masih minim. Bahkan, pelanggaran yang terjadi di lapangan diganjar dengan sanksi seadanya.

Baca juga:  Guru, Kepala Sekolah dan UPT Sembahyang Doakan Sekolah Tidak Roboh 

Tidak hanya itu, karena eksekutor tidak memadai, pelanggaran yang terjadi bukannya dieksekusi, tetapi dibiarkan sehingga kondisi ini memicu terjadinya polemik berkepanjangan di masyarakat. “Dibandingkan perda atau produk hukum yang kami bahas bersama pemerintah, PPNS yang ditugaskan mengeksekusi amanat perda sangat minim. Bukan baru terjadi, tetapi krisis PPNS ini terjadi sejak beberapa tahun dan sampai sekarang kami belum ada kebijakan menambah eksekutor perda,” katanya.

Menurutnya, krisis PPNS seharusnya tidak dibiarkan terus berlarut-larut. Kalau ini terus terjadi, pihaknya khawatir produk hukum yang bertambah banyak bukannya menjadi pijakan pemerintah menjabarkan kebijakannya, namun malah menjadi “macan ompong” alias tidak ditaati. Dampak buruk lainnya, citra pemerintah di masyarakat menjadi tidak baik. “Produk hukum yang sudah kami buat dan tidak didukung dengan eksekutor memadai, saya kira kurang baik. Sebab, masyarakat menganggap pelanggar tidak mendapat sanksi sesuai aturan hukum yang ada,” jelasnya.

Baca juga:  Melanggar, Personel Polresta Disanksi Push-up

Atas kondisi ini, Supriatna minta pemerintah serius mengatasi krisis PPNS. Caranya dengan mengangkat PNS yang memenuhi kualifikasi baik secara latar belakang pendidikan, pangkat maupun memenuhi persyaratan teknis sebagai PPNS. Mendukung penambahan PPNS, dewan siap mendukung terutama dalam kesiapan anggaran rekrutmen dan kebijakan lain terkait bidang tugas PPNS.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Gede Wisnawa mengatakan, sejak krisis terjadi pihaknya sudah memprogramkan penambahan PPNS. Pada tahun 2017 dan 2018 lalu mengusulkan 20 orang calon PPNS untuk mengikuti seleksi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta. Hanya, usulan itu semuanya tidak lulus.

Baca juga:  Belasan Sopir Bus Dites Urine

Dari hasil evaluasi internal, usulan PPNS baru itu gagal lolos seleksi karena beberapa faktor teknis di antaranya berkas administrasi yang tidak lengkap. “Kami apresiasi dewan terus mengingatkan kami untuk menambah PPNS. Kami sudah mengusulkan, tapi setelah seleksi calon yang diusulkan itu tidak ada lulus karena administrasi tidak lengkap,” ungkapnya.

Tahun ini BKPSDM kembali mengusulkan dua orang tambahan PPNS. Setelah dipersiapkan dengan baik terutama syarat administrasinya, keduanya dinyatakan lolos seleksi. Dengan tambahan itu, sekarang BKPSDM telah memiliki tujuh orang PPNS. Jumlah ini akan terus ditambah dengan mempersiapkan calon yang akan diusulkan diambil dari PNS staf teknis fungsional umum. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *