DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali di Bali pada Maret 1987. Kasus pertama ditemukan pada orang Belanda yang tinggal di villa di Candidasa, Karangasem.

Ia menginap bersama teman prianya yang berasal dari Ujungpandang. “Saat pria Belanda ini ditemukan, badannya kurus kering. Ia mengalami sakit tidak sembuh-sembuh. Akhirnya didiagnosa oleh Prof. Tuti Parwati dikatakan mengidap AIDS,”  tutur drh. Made Suprapta, Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali, Senin (29/7) saat Lokakarya Jurnalis Peduli AIDS 2019.

Penyakit AIDS merupakan hal baru bagi masyarakat Bali pada waktu itu. Penyakit ini terkesan mengerikan karena sangat infeksius dan mematikan.

Sehingga terjadi kehebohan di RSUP Sanglah saat itu. “Segala alat dan perlengkapan yang pernah digunakan orang Belanda itu dibakar,” ungkapnya.

Sejak penemuan kasus pertama itu, ditemukan tiga kasus HIV/AIDS tahun 1987. Kasus HIV/AIDS meledak sejak tahun 2001, terjadi peningkatan kasus yang cukup signifikan.

Kini hingga Maret 2019, kasus HIV/AIDS yang ditemukan sebanyak 20.997 kasus. Dari 20.997 kasus, 8.319 kasus sudah berada pada fase AIDS dan 12.678 kasus berada pada fase HIV. “Ini sinyal upaya yang kita lakukan cukup berhasil, tapi lebih bagusnya, kasus HIV tidak bertambah,” tandasnya.

Baca juga:  Belum Dipastikan, Kasus Bercak Merah di Kulit Akibat Virus Tikus

Dari 20.997 kasus, penemuan kasus terbanyak ada di Denpasar yaitu 7.844 kasus, kedua Badung sebanyak 3.474 kasus dan ketiga Buleleng sebanyak 3.080 kasus. Penemuan kasus paling kecil ada di Klungkung dengan jumlah kasus 435.

Faktor risiko yang mempermudah proses penularan HIV/AIDS adalah heteroseksual (berganti-ganti pasangan), homoseksual, IDU (penggunaan jarum suntik secara bergantian), perinatal (penularan dari ibu ke bayi), tatto, biseksual. Penularan terbanyak yaitu melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun homoseksual yaitu 98 persen.

“Kalau 10 tahun lalu, penularan tertinggi lewat jarum suntik, kedua lewat hubungan seksual. Kalau sekarang penularan tertinggi melalui hubungan seksual, sedangkan penularan lewat jarum suntik sudah menurun jauh yaitu 0,7 persen,” ungkapnya.

Baca juga:  Tabanan Laporkan Tambahan Kasus COVID-19, Dari Dokter hingga Guru

Dari sisi kemungkinan tertular, menurutnya, jauh lebih tinggi risiko lewat jarum suntik dibandingkan hubungan seksual, karena bersentuhan langsung dengan darah. Sedangkan penularan dari ibu ke anak presentasenya 80 persen.

Namun, kini penularan dari ibu ke anak dapat ditekan serendah-rendahnya bahkan hanya 3 persen dengan program PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission of HIV). Gerakan-gerakan menanggulangi penyakit HIV/AIDS mulai gencar dilakukan.

Salah satunya adalah upaya menghentikan agar kasus HIV yang ada tidak berubah ke fase AIDS dengan memberikan pengobatan ARV (antiretroviral). Dengan upaya itu diharapkan pada 2030 Bali dan nasional zero kasus infeksi baru.

Selain upaya menekan kasus baru, KPA Bali juga berupaya mengedukasi masyarakat Bali untuk tidak melakukan stigma dan diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Tidak dipungkiri dan ia pun mengakui stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) masih terjadi.

Sehingga ada program yang dikenal dengan triple zero yang dilakukan KPA yaitu zero infeksi baru, zero perubahan status dari HIV jangan sampai menjadi AIDS dan zero risiko dampak HIV/AIDS secara regional, Bali dan nasional.

Baca juga:  Beda Persepsi, Penyebab Kasus HIV/AIDS Sulit Ditekan

Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali, Komang Sutrisna, S.H menyampaikan, HIV/AIDS di kalangan remaja juga cukup mengkhawatirkan. Karena pengidap tertinggi HIV/AIDS berada pada usia produktif yaitu usia 20-59 tahun.

Ini berarti usia saat terinfeksi yaitu usia 10 tahun (anak-anak dan remaja) ke atas, mengingat masa inkubasi virus HIV adalah 5 -10 tahun. Maka dari itu ia menyasar sekolah-sekolah untuk mengedukasi remaja.

Saat ini ia sedang membentuk sekolah percontohan dalam upaya menekan penularan kasus HIV/AIDS. Terdiri dari 2 SMP swasta yaitu SLUB Saraswati dan SMP Wisata Sanur dan tiga SMP negeri yaitu SMPN 3 Denpasar, SMPN 4 Denpasar dan SMPN 6 Denpasar. Kelima sekolah tersebut diberikan modul Setara (Semangat Dunia Remaja Kisara). (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *