DENPASAR, BALIPOST.com – Pelimpahan tahap II kasus dugaan penipuan, penggelapan dan juga TPPU, dengan tersangka mantan Wagub Bali, Drs. I Ketut Sudikerta (52) dilakukan sehari sebelum masa penahanan habis. Yakni, Krimsus Polda Bali melimpahkan tersangka dan barang bukti, Rabu (31/7) sebelum masa penahanan habis 1 Agustus 2019.
Oleh Kejari Denpasar, yang surat perintahnya ditandatangani Kasipidum Kejari Denpasar I Wayan Eka Widanta, tersangka Sudikerta asal Pecatu, Kuta Selatan, Badung, itu langsung ditahan di LP Kerobokan, selama 20 hari ke depan.
“Untuk sementara kita tahan di LP Kerobokan. Penahanan selama 20 hari ke depan,” tandas Eka Widanta didampingi Kasiintel Kejari Denpasar Agung Ary Kesuma.
Kasubdit V Dit. Reskrimsus Polda Bali, AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, yang mendampingi pelimpahan saat ditemui di kejaksaan mengatakan pihaknya melakukan tahap II setelah berkas atas nama tersangka Ketut Sudikerta dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan. Polisi tidak membantah jika dalam kasus ini, selain dijerat pidana dugaan penipuan dan penggelapan, juga mantan Wagub Bali itu dijerat kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). “Kerugian korban mencapai Rp 149 miliar lebih. Dan karena JPU nyatakan lengkap, ya kita limpahkan,” tandas AKBP Suinaci.
Pun saat disinggung soal potensi keterlibatan orang lain dalam kasus ini, polisi mengatakan pihaknya sudah menetapkan dua orang selain Sudikerta sebagai tersangka. Mereka adalah Wayan Wakil dan Anak Agung Ngurah Agung. Dan untuk dua tersangka itu, berkasnya masih tahap P19.
Sementara Ketut Sudikerta yang dikonfirmasi perihal kasusnya yang sedang dihadapi tidak mau berkomentar. Begitu juga saat ditanya tentang kesehatan dan saat menjalani penahanan di kantor polisi.
Sudikerta yang mengenakan baju putih tak mau menjawab sepatah katapun pertanyaan wartawan. Yang jelas, dalam perkara ini, sebagaimana disampaikan pihak Kejati Bali, Sudikerta disangkakan melanggar Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 263 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dan atau Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010, tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sedangkan memperkuat sangkaan itu, pihak kejaksaan dalam penerimaan pelimpahan tahap II juga menyita barang bukti uang tunai hingga Rp 1,322 miliar. “Ya, ada uang tunai Rp 1,322 miliar dan dokumen pendukungnya. Uang itu disita dari sejumlah orang,” tandas Agung Ary Kesuma.
Kuasa hukum tersangka Ketut Sudikerta, I Gede Astawa dan Nyoman Darmada, mengaku bahwa uang Rp 1,322 miliar itu bukan disita dari Sudikerta. Namun sepengetahuannya, bahwa uang itu disita dari seseorang dan lebih banyak disita dari pihak bank. “Yang jelas dari Sudikerta tidak ada. Kalau tidak salah itu disita dari bank dan jika tidak salah juga dari Ari Budiman,” tandas I Gede Astawa.
Ditanya soal upaya hukum yang akan dilakukan, selain sedang memproses perdamaian dengan pihak korban (Alim Markus), Astawa mengaku saat ini sedang mengajukan upaya penangguhan penahanan. Sebagai penjamin adalah saudaranya Sudikerta. “Suratnya sudah disiapkan. Nanti kita ajukan ke Kejati. Sebagai penjamin saudaranya,” tandas Astawa.
Ia mengatakan bahwa alasan penangguhan penahanan tidak akan melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti. Sementara dalam berkas pelimpahan disebutkan bahwa kasus ini bermula dari pertengahan 2013 silam.
Saat itu Sudikerta menawarkan dua bidang tanah di Jimbaran yang diklaim miliknya seharga Rp 272.675.000.000. Selain itu juga mengajak mendirikan PT untuk membangun vila dan hotel di atas tanah tersebut, dengan disepakati kepemilikan saham 55% untuk PT Marindo Investama (Ali Markus) dan 45% milik PT Pecatu Bangun Gemilang atas nama istri terdakwa Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini sebagai Komisaris Utama.
Pada 20 Desember 2013, notaris Ketut Neli Asih, melakukan pelepasan hak atas tanah SHM No.5048 seluas 38.650 M2 dan tanah SHM No.16249 seluas 3.300 M2 kepada Alim Markus. Dan dalam pelepasan kedua bidang tanah itu, PT Marindo Investama (Ali Markus-red) telah menstranfer uang Rp 149.971.250.000 ke PT Pecatu Bangun Gemilang atas nama istri terdakwa Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini.
Atas SHM itu kemudian dimohonkan HGB hingga terbit HGB untuk PT Marindo Gemilang, sedangkan tanah SHM No.16249 seluas 3.300 M2 disepakati diserahkan ke pura sebagai pengganti.
Namun seiring perjalanan, PT Marindo Gemilang tidak dapat menguasai tanah SHGB No.5074 mengingat SHM No.5048 seluas 38.650 M2 yang dilepaskan haknya oleh Anak Agung Ngurah Agung (penyidikan terpisah) kepada Alim Markus adalah palsu.
Karena, sebagaimana berkas pelimpahan kemarin, bahwa SHM No.5048 seluas 38.650 M2 yang asli tetap berada di notaris Sudjarni. Sedangkan SHM No.16249 seluas 3.300 M2 dijual pada pihak ketiga.
Atas dasar itulah Sudikerta dinyatakan telah melakukan dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, menggunakan surat atau dokumen yang diduga palsu, dan atau pencucian uang. Sebagai jaksa yang akan membuktikan sangkaan yang kemudian dakwaan (setelah disidangkan), Kasipidum Eka Widanta, menunjuk tiga jaksa. Yakni I Ketut Sujaya, Eddy Harta Wijaya dan Martinus Tondu Suluh.
(Miasa/balipost)